This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 31 Desember 2013

Membedah Problem Kemiskinan Di Sondakan Solo

Kemiskinan merupakan salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh hampir diberbagai negara, baik di negara berkembang maupun di negara yang masuk dalam kategori negara miskin. Begitu kompleksnya persoalan terkait dengan kemiskinan, maka penanganan maupun metode dalam menjawabnya juga berbeda – beda. Di Indonesia, begitu kompleks persoalan yang berkaitan dengan kemiskinan. Maka strategi pengentasan kemiskinanpun bermacam – macam.

Di kota Bengawan, persoalan penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu agenda kota. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta dibawah kendali Wakil Walikota Surakarta terus berupaya membuat terobosan agar kemiskinan bisa dikurangi. Dengan menggunakan metode PPA (Participatory Poverty Assesment), TKPKD bekerja dilapangan dengan menggali serta memetakan persoalan yang muncul dimasyarakat melalui 5 kebutuhan dasar, yaitu : ekonomi, kesehatan, pemukiman, pendidikan & infrastruktur.  Hal ini dilakukan dengan asumsi data yang diperoleh di masing – masing wilayah bisa dipertanggungjawabkan.

Secara teknis, terobosan pemetaan kemiskinan akan terwujud dalam dokumen Rencana Strategis Masyarakat yang berjangka waktu 5 tahun. Sebab di masyarakat sudah mulai apatis terhadap Musrenbang. Misalnya warga miskin penerima layanan manfaat dari pemerintah yaitu : RASKIN, PKMS GOLD, JAMKESMAS, JAMPERSAL, dan masih banyak lagi tidak menjadi pokok isu di arena Musrenbang.

Hal ini memicu reaksi yang keras akan hasil dari Musrenbang itu sendiri, yang dinilai elitis dan tidak menyentuh problem dasar dari masyarakat yakni “kemiskinan”. Maka dari itu dokumen Renstra Masyarakat disusun dengan melibatkan stakeholders yang ada terutama warga miskin penerima layanan bantuan. Senin, 30 Desember 2013 pukul 20.00 WIB bertempat di Pendhapa Kelurahan Sondakan – Laweyan dilaksanakan acara Focussed Group Discussion  “Merunut Masalah” oleh TKPKD.

Acara dimulai dengan sambutan dari Lurah Sondakan Bpk. Dardji, SH, M.M, dilanjutkan sambutan oleh Ketua LPMK Sondakan Bpk. Suwardi kemudian lansung ke inti acara yaitu pembagian kelompok 5 isu kepada peserta yang hadir dalam FGD Merunut Masalah. Dimana tiap – tiap kelompok ada keterwakilan dari semua RW yang ada di Kelurahan Sondakan (15 RW). Pada masing – masing kelompok isu didampingi oleh satu orang fasilitator kelurahan Sondakan (faskel) antara lain sebagai berikut : Sdri. Ratna Devi Septiandari di kelompok pemukiman, Sdri. Dina Marfuah di kelompok ekonomi, Bpk. Amin Rasyadi di kelompok pendidikan, Bpk. Mursid di kelompok infrastruktur serta yang terakhir adalah Bpk. Sulardi di kelompok kesehatan.

Analisis dilakukan tiap aspek dari masing-masing isu dengan melacak berbagai upaya yang pernah dilakukan masyarakat atas problem yang muncul. Juga dibedah dampak apa yang akan terjadi bila masalah tersebut dibiarkan Diskusi disemua kelompok berjalan begitu dinamis, hal ini disebabkan keseriusan warga serta konsen mereka akan hasil dokumen Renstra Masyarakat Kelurahan Sondakan 5 tahun kedepan. Keterlibatan stakeholders menjadi salah satu indikator kesuksesaan melibatkan masyarakat di dalam proses perencanaan pembangunan di kota Surakarta, bukan hanya melibatkan para tokoh atau elite saja.

VOX POPULI VOX DEI…!!!

(By BChrist)

Minggu, 29 Desember 2013

Kerja Keras Tim Perumus Renstra Masyarakat Tegalharjo Surakarta

Partisipasi aktif publik dalam proses perencanaan pembangunan merupakan salah satu indikator keberhasilan penguatan sipil society dalam demokrasi. Esensi demokrasi dari rakyat, oleh rakyat & untuk rakyat jika diterjemahkan secara sederhana adalah “kuasa ada ditangan rakyat”, bahwa negara hanya sebagai pengelola atas berbagai sumber daya yang ada, baik manusia berikut alamnya.

Dalam era demokrasi, pelibatan aktif masyarakat akan proses perencanaan pembangunan menjadi kunci utama keberhasilan. Artinya pola kebijakan pemerintah sudah tidak lagi berpijak pada model top down, tetapi bergeser pada model bottom up. Pola – pola sentralisasi kekuasaan hanya berlaku pada rezim otoriter yang bertolak belakang pada substansi demokrasi itu sendiri, seperti halnya disaat rezim Orde Baru berkuasa dibawah kendali Soeharto selama 32 tahun lamanya.

Mengingat tuntutan demokrasi adalah partisipasi publik (baca=rakyat), yang mana salah satunya dalam terwujud diproses perencanaan pembangunan. Maka dalam proses perencanaan pembangunan di kota Solo seperti penyusunan dokumen Renstra Masyarakat, pelibatan segenap stakeholders yang ada menjadi sebuah prasyarat penting.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta dalam proses penyusunan dokumen Renstra Masyarakat, mencoba melibatkan segenap stakeholders yang ada di masing – masing wilayah, salah satunya adalah warga miskin penerima layanan manfaat dari pemerintah. Yang mana selama ini mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan, misalnya dalam forum Musrenbang.

Dengan dokumen Renstra Masyarakat, TKPKD mencoba menggali serta memotret persoalan yang muncul di masyarakat. Persoalan tersebut dieksplorasi dengan metode PPA (Participatory Poverty Assesment) melalui 5 hak dasar masyarakat, yaitu : ekonomi, kesehatan, pemukiman, pendidikan & ekonomi. Pemetaan Masalah (Analisa Kemiskinan Partisipatif) ini bertujuan untuk menemukan berbagai persoalan wilayah dari pendapat masyarakat termasuk masyarakat miskin penerima manfaat atau program khusus dari pemerintah seperti raskin, jamkesmas dan lain - lain, sehingga diharapkan akan ditemukan solusi terbaik. Masyarakat disini berposisi sebagai “narasumber utama”. Karena merekalah yang mengerti dan mengetahui persoalan yang muncul diwilayahnya.

Kemudian baru masuk pada fase Rapat Kerja Tim Perumus, dimana masing – masing kelompok isu pada tahap sebelumnya diambil perwakilannya satu orang ,perwakilan dari kelurahan yang diwakili oleh kasie pemberdayaan masyarakat, satu orang perwakilan dari LPMK seksi perencanaan dan pembangunan,  kemudian ditambah  tiga orang fasilitator Kelurahan Tegalharjo.

Jum’at, 27 Desember 2013 pukul 14.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB betempat di Hotel Loji – Solo, TKPKD mengadakan Raker Tim Perumus untuk Penulisan dokumen Renstra Masyarakat Kelurahan Tegalharjo – Jebres. Acara dibuka oleh TKPKD dilanjutkan sambutan Lurah Tegalharjo bapak Nanang Herry Triwibowo, S.Sos, MM. Setelah itu sambutan LPMK Kelurahan Tegalharjo bapak Suratmin WS. Sessi awal validasi peta isu oleh Sdr. Fuad Jamil sebagai upaya rechek peta wilayah. Setelah itu langsung masuk ke pembahasan 5 isu hak dasar masyarakat. Untuk isu pendidikan & kesehatan dipandu Elisabeth Riana, isu pemukiman & infrastruktur oleh Endah Tyasmini, isu ekonomi dipandu Bambang Christanto.

Rapat Kerja Tim Perumus itu sendiri bertujuan untuk memperdalam program serta kegiatan dari seluruh rangkaian kegiatan penyusunan dokumen Renstra Masyarakat Kelurahan Tegalharjo periode 2016 – 2010. Setelah pada fase tersebut selesai, maka fase selanjutnya adalah “Rembug Warga”. Dimana nanti Tim Perumus akan membacakan atau mempresentasikan hasil rakernya dihadapan masyarakat Kelurahan Tegalharjo sebagai bagian dari klarifikasi maupun validasi dokumen renstra masyarakat tersebut. Dengan adanya dokumen renstra masyarakat tersebut, maka dalam kurun waktu 5 tahun ke depan Kelurahan Tegalharjo sudah memiliki road map dalam perencanaan wilayah.


(By BChrist)

Rabu, 25 Desember 2013

Tegalharjo Rumuskan Program Kerja Untuk Renstra Masyarakat

Setelah menuntaskan seluruh tahap Analisa Kemiskinan Partisipatif ditingkat RW Kelurahan Tegalharjo dan melakukan analisis kecenderungan ditingkat kelurahan, Tahap berikutnya menganalisis masalah-masalah yang ada dalam forum Merunut Masalah. Sekaligus dibentuk Tim Perumus untuk mempertajam program dan kegiatan yang ditemukan.

Setelah berembuk diantara Tim Perumus mereka bersepakat melakukan pendalaman pada 27 Desember 2013. Seluruh tim perumus berjumlah 10 orang merepresentasikan 5 isu, Sie Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, perwakilan LPMK, ditambah 3 fasilitator yang turut memfasilitasi AKP RW. Dengan komposisi tersebut, diharapkan penggalian isu akan lebih tajam.

Diselenggarakan di Loji Hotel sejak pukul 14.00 acara dibuka oleh Nanang HT selaku lurah dan sambutan dari LPMK yang menjelaskan pentingnya perumusan Renstra Masyarakat untuk 5 tahun mendatang. Dalam isu ekonomi lebih banyak dibedah pada penguatan ekonomi usaha kecil serta pengentasan pengangguran. Di Tegalharjo masih banyak usaha ekonomi kecil dan mikro produktif yang butuh dukungan.


Dibidang Infrastruktur, normalisasi saluran menjadi fokus pekerjaan yang perlu dibenahi. Walaupun terletak di kawasan perkotaan, ternyata masih banyak titik genangan air saat hujan turun. Selain itu pembenahan jalan menjadi perhatian untuk ditangani program dari PNPM dan DPK. Di bidang sosial budaya, perbaikan kualitas kesehatan dan pendidikan tetap menduduki prioritas penting. Terutama membiasakan hidup sehat yang belum menjadi keseharian warga.

Tantangan terberat yang dihadapi Tegalharjo sebenarnya isu pemukiman terkait akan dilebarkannya jalur kereta api menjadi double track. Masih banyaknya hunian dibantaran rel harus segera ditangani dengan baik dan tak merugikan masyarakat. Mereka meminta tidak dilakukan penggusuran dan harus bisa membantu masyarakat mendapatkan ganti tempat tinggal.

(By Mhist)


Jumat, 06 Desember 2013

Penulisan Dokumen Renstra Masyarakat

TKPKD Surakarta Jalin Kerjasama Dengan Mahasiswa Sosiologi UNS

Memasuki akhir tahun 2013, agenda percepatan penulisan dokumen Renstra Masyarakat (RPJMKel) kian mendesak. Apalagi beberapa kelurahan telah menyelesaikan tahapan-tahapan sebelumnya. Dengan keterbatasan SDM yang ada di TKPKD Surakarta, maka dilakukan terobosan dalam penulisan dokumen Renstra Masyarakat. Terobosan tersebut berupa kerjasama dengan perguruan tinggi yaitu UNS. Kebetulah salah satu dosen FISIP, cukup terbuka dalam hal pemberdayaan warga.

Dimulai dengan penjajagan bersama serta kemungkinan kerja sama. Sebelumnya Sosiologi Fisip UNS dibawah asuhan Achmad Ramdhon sudah menginisiasi berbagai program yang melibatkan mahasiswanya. Diantaranya mememinta mahasiswa menuliskan sejarah kampung, penulisan peningkatan kesejahteraan warga di Boyolali dan Sragen serta tahun depan akan melaunching web tentang wajah kampung. Selama ini memang jarang perguruan tinggi melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan.
TKPKD Surakarta presentasi didepan mahasiswa

Padahal cukup banyak mahasiswa yang berasal dari daerah atau bisa diterjunkan untuk terlibat dalam berbagai hal. Dengan catatan memang kerangka keterlibatan tersebut sesuai dengan mata kuliah yang memang diajarkan. Berdasarkan penjajagan itu, Ramdhon sepakat bekerja sama melibatkan 15 mahasiswanya untuk penulisan dokumen Renstra Masyarakat di 2013 ini. Sementara itu TKPKD kini sedang menyelesaikan 8 kelurahan dengan tahapan berbeda-beda.

Semanggi memasuki tahap penulisan, Tegalharjo tinggal menyelenggarakan Merunut Masalah dan 5 lainnya (Sondakan, Pajang, Stabelan, Bumi, Joyosuran dan Keprabon) masih harus menyelesaikan AKP RW. Dukungan ini cukup berarti sebagai salah satu proses transformasi pengetahuan dan skill pada masyarakat. kebetulan beberapa mahasiswa ada yang berasal dari kelurahan dampingan. Setelah penjajagan bersama, ditindaklanjuti dengan In House Training atau semacam pelatihan memahami teknik penulisan Renstra Masyarakat.

Dikarenakan waktu yang mepet dan masih ada aktifitas perkuliahan, maka dilakukan penyesuaian atas penyelenggaraan In House Training. Kini berdasar pemahaman bersama sudah ada 2 tim yang akan segera fokus pada penulisan dokumen di Semanggi dan Tegalharjo. Ke depan, program kerjasama ini akan ditingkatkan dengan rerata jumlah mahasiswa yang lebih banyak lagi. Sebab target tahun depan akan ada 20 kelurahan yang melakukan penyusunan dokumen renstra masyarakat.

(By MHist)

Kamis, 21 November 2013

SKPD Respon Renstra Masyarakat Sewu Dan Joyotakan

Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) atau yang lebih dikenal dengan dinas merespon positif hasil Renstra Masyarakat Kelurahan Sewu dan Joyotakan. Hal itu tercermin dalam tanggapan mereka di acara Diseminasi hasil penyusunan Renstra di Ayam Penyet Suroboyo Kamis (21/11) yang diselenggarakan Bappeda. Respon tersebut ditunjukkan dengan komentar akan memasukkan usulan masyarakat dalam Rencana Kerja SKPD terkait di 2015.

Seperti diketahui, TKPKD Kota Surakarta menginisiasi Renstra Masyarakat sebagai upaya revitalisasi perencanaan. Hal itu sebagai salah satu strategi pengentasan kemiskinan yang menjadi tantangan penting bagi pembangunan kota yang berkeadilan. Tahun ini TKPKD mulai menginisiasi di 11 kelurahan meliputi Sewu, Jototakan, Joyosuran, Keprabon, Gajahan, Semanggi, Danukusuman, Sondakan, Bumi, Tegalharjo dan Pajang. Adapun yang telah menyelesaikan dokumennya yaitu Sewu dan Joyotakan. Kegiatan diseminasi ini sebagai upaya integrasi perencanaan masyarakat dengan Renja SKPD.

Dokumen Renstra Masyarakat berisi Strategi Pengentasan Kemiskinan Kelurahan (SPK Kel), Masalah Pokok, Program Prioritas serta Kegiatan yang menjadi upaya pengentasan kemiskinan. Tanpa dukungan stakeholders maupun birokrasi, dokumen ini tidak ada artinya. Kebetulan kedua kelurahan memiliki 6 SPK Kelurahan dan didalam penjabaran program, sesuai dengan Rencana Kerja SKPD. Hadir dalam acara yang difasilitasi Bappeda Kota Surakarta yaitu Bapermas, PDAM, Dikpora, DPU, DKP, Disperindag, DKK serta PNPM.


"Penyusunan program dan kegiatan sudah pas. Nanti kita akan perjuangkan agar bisa dilaksanakan. Kami butuh penjelasan teknis dari teman-teman kelurahan" ungkap Susi Dyah dari Dinas Kesehatan (DKK) Kota Surakarta. "Di dalam buku Renstra semua sudah jelas bu, tinggal dibuka saja" terang Pramono, Faskel Joyotakan. Mila, sebagai moderator acara tersebut menjelaskan SKPD harus merespon apa saja yang tertuang dalam buku Renstra Masyarakat apakah sudah sesuai atau belum dengan Rencana Kerja SKPD. "Bila belum pas, bisa dijabarkan apa yang harus dilakukan" saran Mila.

Sementara itu menurut Sukendar dari Bapermas apa yang dihasilkan dari Renstra Masyarakat justru mengejutkan. Dia mencontohkan SPK Kel Sewu point 6 yang menuliskan penyusunan data base status tanah khususnya RW IV. "Karena memang problemnya disitu. Jadi saya kira ini menarik sebab masyarakat tahu apa yang menjadi prioritas bagi mereka" ujar Sukendar. AT Suwardi selaku Ketua LPMK Joyotakan optimis hasil Renstra Masyarakat yang difasilitasi TKPKD akan berjalan optimal. Hal ini didukung dengan respon SKPD.

Sedangkan dari DPU Kota Surakarta berjanji akan mengupayakan program yang diusulkan warga. Hal ini dikarenakan pengerjaan infrastruktur itu terbagi atas kewenangan SKPD Kelurahan, SKPD Kota, Propinsi maupun Nasional. Walau begitu, dirinya akan meneruskan ke jenjang lebih tinggi bila memang hal itu menjadi usulan masyarakat. Secara teknis dokumen, tidak ada SKPD yang mengkomplain struktur atau kesulitan pembacaan dokumen.

Acara Diseminasi dimulai dengan paparan Renstra Masyarakat Sewu oleh Agus Suyamto dilanjutkan kelurahan Joyotakan oleh Pramono. Peserta sendiri mendapat hardcopy presentasi maupun dokumen Renstra Masyarakat sehingga memudahkan mereka merespon presentasi tersebut. Bambang Christanto sebagai tim pendamping penyusunan dokumen Renstra Masyarakat dari TKPKD mengaku lega dengan respon SKPD. "Respon itu membuat energi kami yang hampir tiap malam mendampingi dilapangan seperti terbayar lunas" ungkap pria beranak satu ini ketika ditemui dikantornya.

(By MHist)

Bumi Percepat Analisis Kemiskinan Di Kelurahan Dan RW

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta dengan metode Participatory Poverty Assesment (PPA) menggali serta memetakan persoalan yang ada dalam masyarakat. Teknik ini dilakukan untuk merumuskan Renstra Masyarakat yang diinisiasi TKPKD. Inisiasi perumusan Renstra merupakan terobosan TKPKD dalam penanggulangan kemiskinan secara lebih fokus dan tepat.
Dengan mengelompokkan menjadi 5 hak dasar, yaitu : kesehatan, pendidikan, ekonomi, pemukiman & infrastruktur berharap persoalan – persoalan yang ada dalam wilayah dapat tergali optimal. Karena nara sumber pokok disini adalah masyarakat itu sendiri. Mereka yang mengerti demografi maupun topografi di wilayahnya masing – masing.

Bersama – sama dengan masyarakat TKPKD menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel) atau Renstra Masyarakat. Kegiatan dimulai dengan Sosialisasi Inisiasi Renstra Masyarakat yang diselenggarakan di Kelurahan sampai dengan nanti finalisasi serta validasi. Sebagai penutup digelar acara Rembug Warga dengan stakeholders yang ada di kelurahan, baik kelembagaan yang ada, tokoh masyarakat hingga masyarakat biasa.

Minggu, 17 November 2013 bertempat di Hotel Pondok Indah Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, TKPKD Kota Surakarta melakukan Pemetaan Masalah Tingkat Kelurahan dilanjutkan dengan Pemetaaan Masalah Tingkat RW se-Kelurahan Bumi, Kecamatan Laweyan. Kegiatan tersebut juga melihat tipologi serta potensi yang ada di kelurahan Bumi agar dalam proses penyusunan dokumen Renstra Masyarakat segenap stakeholders kelurahan Bumi dapat terlibat serta berpartisipasi secara aktif. Salah satunya adalah warga penerima layanan manfaat program dari pemerintah seperti PKMS Gold, Raskin, Jamkesmas, BLSM serta RTLH. Hal ini semakin memperkuat daya dukung akan hasil dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Bumi.


Dengan dilibatkannya warga miskin “penerima layanan manfaat program” dari pemerintah, menguatkan substansi bahwa Renstra Masyarakat merupakan dokumen hasil elaborasi segenap komponen yang ada. Keterlibatan semua unsur dalam penyusunan dokumen akan mengembalikan spirit masyarakat dalam forum–forum perencanaan pembangunan yang mulai hilang. Terpotret dalam forum Musrenbang tahun-tahun akhir, bahwa masyarakat mulai apatis serta skeptis Musrenbang berikut hasil – hasilnya.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti Murenbang yang berlangsung selama ini hanya menjadi forumnya para tokoh & elite wilayah, hasil dari forum Musrenbang tidak menyentuh persoalan mendasar masyarakat yaitu kemiskinan, agenda Musrenbang hanyalah acara ritual tahunan yang tidak memiliki sinergisitas out_put yang diperoleh dengan wilayah lain (hasilnya sepotong–potong).

Dengan prosentase kehadiran warga yang sangat tinggi (sekitar 90%) diacara tersebut menjadi salah satu indikator bahwa kepedulian mereka atas wilayah dalam kurun waktu 5 tahun kedepan patut diapresiasi. Kepedulian ini juga tak luput dari support Lurah Bumi serta peran Ketua LPMK dan jajarannya dalam menyemangati warga akan pentingnya dokumen Renstra Masyarakat.

Semangat gotong–royong inilah modal pokok warga Bumi Kecamatan Laweyan dalam keterlibatan proses penyusunan Renstra Masyarakat. Dengan guyu_nya warga Bumi dalam proses penyusunan dokumen RPJMKel semakin menguatkannya peran warga dalam menentukan arah dan tujuan dari perencanaan pembangunan itu sendiri. Yang mana sudah tidak zamannya lagi dengan model top down a la orde baru, tetapi dengan model bottom up. 

Dimana masyarakat  tidak hanya sebagai obyek dari pembangunan tetapi sekaligus menjadi salah satu bagian decision maker atas wilayahnya sendiri. Kedepan forum – forum perencanaan pembangunan istilah Jawanya tidak muspro atau sia – sia, karena masyarakat tidak lagi teralienasi dengan dokumen perencanaan pembangunan di masing – masing wilayahnya. Semoga….. 


(By BChrist)

Minggu, 17 November 2013

Sekelumit Menginisiasi Dokumen RPJMKel Kota Solo

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta membangun spirit kebersamaan yang nyaris hilang dari masyarakat dalam keterlibatan proses perencanaan pembangunan. Hal ini dilakukan karena memang dalam proses perencanaan pembangunan, mengalami gelombang pasang–surut. Salah satu contohnya adalah dalam forum Musrenbang yang nota bene idealnya didukung oleh segenap stakeholders, ternyata juga mengalami otokritik yang sangat luar biasa.

Hal tersebut diatas dapat ditangkap dari contoh keluhan hampir di setiap RT sampai dengan RW dalam mengomentari perjalanan Musrenbangkel. Mengapa demikian? Karena usulan di masing – masing wilayah yang diawali dari Musyawarah Rt sering tidak terealisasi.  Apalagi suara yang berada diluar tokoh masyarakat, bisa lebih keras karena forum Musrenbang merupakan forumnya para elite saja, jadi hasilnya dapat dipastikan tidak akan menyentuh pada persoalan pokok di masyarakat, yaitu kemiskinan.

Berangkat dari uraian tersebut, maka TKPKD menginisiasi penyusunan Renstra Masyarakat (RPJMKel). Yaitu dengan menggali serta memetakan persoalan yang muncul dari masyarakat menggunakan metode PPA (Participatory Poverty Assesment). Teknik itu difokuskan pada 5 hak dasar, yaitu : kesehatan, pendidikan, ekonomi, pemukiman & infrastruktur.


Dengan metode tersebut, berharap akan dapat memetakan serta menggali persoalan yang lebih obyektif. Metode ini menempatkan masyarakat menjadi “narasumber utama”. Mereka yang akan memunculkan persoalan di wilayahnya masing – masing. Mereka juga yang nantinya akan menjadi juru mudi dalam proses – proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel). Sebab TKPKD Kota Surakarta beserta Fasilitator Kelurahan dilapangan hanyalah sekedar sebagai “pendamping” saja.

Dengan adanya Renstra Masyarakat atau dokumen RPJMKel, maka masyarakat kelurahan memiliki road map pembangunan kurun waktu 5 tahun. Yang mana dalam dokumen RPJMKel tersebut persoalan serta solusinya akan saling bersinergis dengan wilayah yang lain. Koordinasi antar wilayah merupakan suatu bagian integral atau tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Inilah yang membedakan antara dokumen hasil Musrenbang dengan dokumen RPJMKel.

Eksplorasi dilapangan inilah nantinya yang akan menjadi bahan dasar oleh TKPKD untuk dijadikan dokumen Renstra Masyarakat. Dimana proses akan dimulai dari Sosialisasi Inisiasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan sampai dengan forum Rembug Warga di Kelurahan.

Hal yang tak kalah menarik adalah tatkala TKPKD bersama Fasilitator Kelurahan dalam mendampingi atau memfasilitasi. Mulai Pemetaan Masalah Tingkat Kelurahan hingga Pemetaan Masalah Tingkat RW. Yaitu saat acara berlangsung maupun ketika acara Pemetaan Masalah akan selesai, dimana Ketua RT atau RW selalu berinteraksi dekat dengan TKPKD maupun Fasilitator Kelurahan. Dari beberapa rangkaian acara dilapangan, selalu TKPKD Kota Surakarta maupun Fasilitator Kelurahan menjadi “teman curhat” mereka.

Satu tantangan adalah dalam perspektif masyarakat terkait Musrenbangkel. Karena berdasarkan pengalaman mereka usulan – usulan di wilayah selama ini tidak terkawal apalagi sampai dengan tahapan eksekusi dengan baik. Sebagai contoh dari usulan : perbaikan selokan, perbaikan gorong – gorong, pengaspalan jalan, RTLH dan lain – lain. Ditambah dengan kesan, bahwa siapa yang dekat dengan tokoh atau pengurus diwilayah tersebut maka dapat dipastikan lebih cepat terealisasi. Inilah yang acapkali terdengar saat diskusi kelompok 5 isu atau saat Pemetaan Masalah di Tingkat RW berjalan. Tak dapat dipungkiri bahwa kekecewaan terhadap hasil Musrenbang hampir di semua wilayah cukup tinggi. Maka tak heran bila ada suatu lembaga atau instansi yang masuk ke wilayah RT maupun RW yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan mereka cukup resistens.

Mereka berharap TKPKD mampu menjadi jembatan kepada instansi terkait dalam persoalan yang mereka hadapi. Hal ini didasarkan dari paparan gambaran besar dokumen RPJMKel berikut out_put. Dalam bayangan mereka bahwa TKPKD Kota Surakarta beserta Faskel yang turun dilapangan merupakan “teman curhat yang pas”. Kedepan penting mengawal hasil RPJMKel, bisa diimplementasikan. Partisipasi publik penyusunan dokumen RPJMkel cukup tinggi karena melibatkan warga miskin. Terutama dalam memetakan masalah di wilayahnya masing – masing, maka pengorganisiran untuk ikut mengawal atau monitoring hasil dokumen tersebut perlu ditingkatkan. Inilah konsekuensi positif saat penguatan pada poros civil society sudah terpenuhi dengan baik.

(By BChrist)

Rabu, 13 November 2013

Peran Faskel Dan RW Dalam Penyusunan Dokumen RPJMKel

Upaya mewujudkan partisipasi publik dalam setiap proses perencanaan pembangunan, dukungan dari segenap stakeholders menjadi penting. Selain sebagai penguatan atas proses – proses yang akan dan yang sedang berlangsung, juga bagian “legitimasi” atas hasil yang telah terdokumentasi.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta berusaha menggali serta menemukan kembali semangat partisipasi publik dalam setiap agenda perencanaan pembangunan. Salah satunya melalui proses pendokumentasian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel). Dengan menggunakan metode PPA (Participatory Poverty Assesment) TKPKD Kota Surakarta menggali serta memotret persoalan di masyarakat melalui 5 hak dasar, yaitu : kesehatan, pendidikan, ekonomi, pemukiman & infrastruktur.

Ketika menggali serta memetakan persoalan di masyarakat, TKPKD dibantu fasilitator kelurahan. Para faskel tersebut bergerak di kelurahan mereka masing – masing terlebih dahulu, dalam proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan. Selain sebagai salah satu bagian “transformasi nilai” kemasyarakat, harapannya mereka nanti menjadi “katalisator” serta “dinamisator” di kelurahan dalam keterlibatan perencanaan pembangunan.

Fasilitator merupakan potret “orang lokal” dalam masing – masing kelurahan, yang pada dasarnya mempunyai jiwa – jiwa kepemimpinan serta mengerti secara geografis maupun demografis atas daerahnya. Proses pengorganisiran & mobilisasi para calon peserta baik dalam Sosialisasi sampai dengan Rembug Warga nanti, sangat membutuhkan energi, waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Oleh karena itu, peran dari para Fasilitator Kelurahan sangatlah vital.

Tak kalah penting peran serta fungsi  dalam proses penyusunan dokumen RPJMKel adalah RW. Peran RW  selain jembatan dalam berkomunikasi dengan warga, juga RW sebagai pemangku kepentingan di wilayahnya masing – masing. RW juga sebagai ujung tombak dalam masyarakat, karena perannya yang sangat vital dan tajam. Mulai dari persoalan sosial sampai dengan persoalan keamanan – ketertiban lingkungan. Sebagai tokoh serta bagian yang sangat integral dalam masyarakat, maka dalam kegiatan Pemetaan Masalah Tingkat RW (AKP RW) peran RW menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam memetakan serta menggali persoalan diwilayah.

Untuk itu, dalam proses penyusunan dokumen RPJMKel maka agar proses berjalan lancar yaitu adanya “Tandem antara Fasilitator Kelurahan dengan RW”. Duet maut dari kedua belah pihak inilah yang nantinya akan mempermudah proses – proses pengorganisiran sampai dengan mobilisasi warga (peserta). Dengan dijembatani oleh para Faskel & RW maka kerja – kerja dilapangan akan lebih mudah. Hal ini disebabkan kedua pihak tersebut mengerti serta mengetahui demografi, tipologi wilayah, geografi, potensi wilayah, dan lain sebagainya. Artinya secara kontekstual mereka (Faskel & RW) mengetahui daerahnya masing – masing, yang mana hal tersebut tinggal disupport TKPKD Kota Surakarta. Antara lain adalah : transformasi nilai/ilmu tentang perlunya dokumen RPJMKel bagi masing – masing wilayah/daerah, up grading ke para Faskel misal teknik fasilitasi yang baik, transformasi skill, perencanaan pembangunan berkelanjutan selain support materi.

Bahwa partisipasi ditingkat publik akan terpenuhi, tatkala proses transformasi nilai itu berjalan secara linier dalam era demokrasi seperti sekarang ini. Karena saat ini masyarakat tidak hanya melulu menjadi “obyek dari pembangunan”, tetapi mereka juga harus terlibat dalam setiap perencanaan pembangunan (subyek). Pembangunan model topdown dalam konteks sekarang sudah tidak berlaku lagi, maka pembagunan model bottom up adalah sesuatu yang menjadi tuntutan era demokrasi saat ini. Karena pembangunan itu idealnya dari rakyat, oleh rakyat & untuk rakyat.

Ketiga hal tersebut merupakan prisip dasar terlebih kita hidup dalam era demokrasi dimana semangat kebebasan itu dimaknai “kekuatan pokok ada ditangan rakyat”. Bahwa publik adalah kunci sekaligus pintu dalam menuju jalan kesejahteraaan. Tuntutan dalam era sekarang adalah keterlibatan serta penguatan pada civil society. Dengan melibatkan setiap proses perencanaan pembangunan, maka hal tersebut merupakan bukti jawaban atas tuntutan reformasi yang telah berjalan selama 15 tahun ini. Dokumen dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan merupakan salah satu jawaban atas “kegalauan  warga” dimana proses perencanaan pembangunan selama ini hanya didominasi para tokoh masyarakat. Muncul anggapan bahwa forum Musrenbang hanyalah “ritual tahunan para elite” (interes group). Yang mana out put Musrenbang tidak menyentuh daripada akar persoalan dari masyarakat, yaitu kemiskinan.

Maka dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan, harapannya adalah penguatan di ranah civil society akan dapat terwujud dengan keterlibatan serta peran aktif mereka dalam agenda – agenda strategis kota. Misalnya dilibatkannya mereka dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Terlebih dengan keterlibatan aktif para penerima manfaat layanan program dari pemerintah seperti : Jamkesmas, PKMS Gold, RTLH, Raskin, dan lain – lain. Dengan daya dukung mereka (baca = si miskin), maka dokumen RPJMKel tidak bias kemiskinan karena warga miskin dilibatkan dalam proses awal hingga akhir menjadi dokumen.

(By BChrist)

Kamis, 07 November 2013

Respon Tinggi AKP RW I Sondakan

Sondakan sejak pertengahan bulan Oktober memasuki proses pembuatan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel) oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta. Kamis, 31 Oktober 2013, bertempat di Balai Pertemuan RW I Kelurahan Sondakan dilakukan Pemetaan Masalah Tingkat RW atau yang biasa disebut AKP RW (Analisa Kemiskinan Partisipatif). Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui serta memetakan persoalan yang muncul di wilayah. Diawali dengan pengenalan “PETA BUTA” RW I Kelurahan Sondakan, Laweyan. Hal ini dilakukan untuk mengcross ceck batas wilayah serta bangunan pokok sebagai penanda wilayah.

Pada Pemetaan Masalah Tingkat RW ini warga yang hadir dibagi dalam 5 kelompok isu yaitu kesehatan, pendidikan, ekonomi, pemukiman & infrastruktur. Masing–masing menterjemahkan persoalan yang muncul dalam konteks kemiskinan. Tiap RT diwakili oleh orang yang paham, mengerti persoalan diwilayahnya, juga representasi warga miskin atau penerima layanan program dari pemerintah (Raskin, Jamkesmas, RTLH dan lain sebagainya). Harapannya dokumen ini merupakan potret riil dari kondisi dilapangan serta validitasnya bisa dipertanggungjawabkan.

Spirit yang dibangun adalah bahwa dokumen RPJMKel tidak bias dari kondisi yang ada dalam masyarakat. Serta untuk menjawab kritik, bahwa forum–forum perencanaan pembangunan hal yang lumrah & biasa terjadi sebut saja dominasi para elite, tokoh masyarakat. Jadi dapat diperkirakan hasilnya rata – rata merupakan potret subyektif dari “para elite” tersebut.
Antusiasme warga

Di RW I, perwakilan RT hadir semua (prosentase kehadiran tinggi). Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa warga RW I Kelurahan Sondakan memiliki animo yang cukup tinggi untuk terlibat penyusunan dokumen.

Pada acara AKP RW I Kelurahan Sondakan ini kehadiran warga baik yang laki – laki maupun perempuan cukup berimbang. Maka dalam setiap kelompoknya ada komposisi yang sepadan dalam memetakan setiap masalah. Bila di wilayah yang lain biasanya kehadiran banyak dari perwakilan pria (ibu–ibu selalu masuk di kelompok kesehatan serta pendidikan), maka dalam AKP RW kali ini perempuan merata disemua kelompok.

Berikut beberapa persoalan yang muncul & terpetakan dalam diskusi 5 kelompok dalam AKP RW I Kelurahan Sondakan, kelompok Infrastruktur : daerah banjir, lokasi gorong – gorong macet, lokasi jalan rusak, selokan yang kapasitasnya kurang, selokan yang tidak berfungsi secara maksimal. Kelompok Pemukiman : lokasi padat penduduk, lokasi dimana rumah tidak layak huni, kelompok Ekonomi : lokasi warung latengan, kelontong, sablon, lokasi yang biasa dikunjungi rentenir, kelompok Pendidikan : lokasi PAUD, kursus, kelompok Pendidikan : lokasi – lokasi penyakit endemic seperti demam berdarah, balita girang ( gizi kurang ) dan lain sebagainya.

Melihat dari prosentase kehadiran yang cukup tinggi serta hasil dari diskusi Pemetaaan Masalah Tingkat RW (AKP RW I), diharapkan persoalan yang tergali dalam diskusi kelompok tersebut akan mampu menjawab problem dasar di wilayah RW I Kelurahan Sondakan. Serta hasil dari renstra tersebut juga bisa  menjadi contoh bagi wilayah yang lain. Warga RW I yang hadir dalam Pemetaan Masalah Tingkat RW tersebut juga berharap, setelah jadi dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (baca = Sondakan) nantinya akan benar – benar hasilnya dapat terealisir sesuai dengan harapan warga.

(By BChrist)


Rabu, 06 November 2013

Tak Lulus SD Bukan Berarti Tak Kreatif

Namanya Sunarto, bapak tiga orang anak ini kelahiran Tahun 1971 alias sudah berusia 42 tahun. Pendidikan formalnya memang tak sampai kelas 6 sekolah dasar. Meski begitu, rupanya dia memiliki keahlian yang sangat kreatif. Yakni membuat kerajinan berupa miniatur kapal, kereta kuda dari bahan bambu. Hasilnya bisa dilihat, hemmmhhh luar biasa.

Pria ini sejak kecil tinggal di Kelurahan Sondakan RW I dan kini menempati petak (karena benar-benar tak layak disebut rumah) berukuran 2 x 3. Petak itu dihuni istri beserta ketiga anaknya. Yang besar sudah duduk di bangku SMK. Dia sendiri kini bekerja di sebuah pabrik meubel membantu apa saja yang bisa dikerjakan.


Sunarto didepan karyanya
Sesuai pengakuannya, meski dirinya miskin untuk makan enak masih bisa. “Misalnya saya pengen gulai, tuh didekat pasar Purwosari kan ada penjual. Biasanya saya bantu-bantu cuci piring dan bersih-bersih. Paling ditanya sudah makan belum, kalau belum ambil sana” tutur pria ini dengan polosnya.

Keahlian membuat kapal maupun kereta kencana dari bahan bambu didapatnya begitu saja. Sayangnya keahlian ini tidak bisa dikerjakan secara serius. Beberapa orang bilang hasil pekerjaannya masih kasar. Padahal bagi saya sudah luar biasa. Menurut Sunarto kendala mengembangkan keahlian menjadi usaha karena sulit mencari teman untuk diajak kerja.

Dia mengaku pernah mendapat order 20 kapal dalam 1 bulan. Dia pesimis bisa menyelesaikan karena masih bekerja ditempat lain dan membuat kapal dilakukan disela-sela waktu senggangnya saja. Satu buah kapal bisa diselesaikan dalam waktu 3 hari bila sambil bekerja. Kalau memang ditarget, sebenarnya bisa selesai dalam hitungan jam.

Hasil ketrampilan tangannya ini sering kali dijajakan ditepi jalan dekat petak rumahnya. Harga dibanderol mulai Rp 70.000 keatas. “Tergantung tingkat kesulitannya mas” tutur pria yang murah senyum ini. Petak rumah itu juga bukan miliknya sendiri. Dia menempati tanah yang awalnya berupa gang bersama beberapa kepala keluarga yang lain.

Rumah petak Sunarto


Dirinya kerap dimintai melatih karang taruna setempat cuma memang tindak lanjutnya sering tidak ada. Karena memang membuat kerajinan tangan dari bambu butuh ketelatenan dan ketelitian yang tinggi. Bila dia ingin mengembangkan kerajinan itu ada kendala lain yang dihadapinya. Kendala itu adalah penyimpanan produk. Dengan 5 jiwa di petak 2 x 3 tentu mustahil disesaki kerajinan yang rawan rusak tersebut.

Apalagi kerajinan itu harus benar-benar dijauhkan dari anak-anak . Dirinya belajar secara otodidak dan mengerjakan beberapa kerajinan dari contoh foto asli kapal yang didapat di internet. Selama berbincang, tak pernah terlihat pak Sunarto bersedih. Sepertinya dia enjoy menjalani hari-harinya. Dia mampu membuktikan bahwa tidak semua kreatifitas didapat dari bangku sekolah.


Ditayangkan di Kompasiana 4 November 2013
(By MHist)

Dinamika AKP RW XII Kelurahan Sondakan

Kamis, 24 Oktober 2013 bertempat di SD Kabangan RW XII pukul 19.30 WIB dilaksanakan acara Pemetaan Masalah Tingkat RW (AKP RW) oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta. Dalam acara tersebut Management TKPKD Kota Surakarta diwakili oleh Ibu Endah Tyasmini & Bambang Christanto dalam memfasilitasi diskusi kelompok yang membedah 5 hak dasar yaitu: Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Pemukiman & Infrastruktur, yang juga dibantu oleh 5 orang Faskel Sondakan.

Dilingkup RW XII Kelurahan Sondakan terdapat 4 RT, dan dalam pelaksanaan Pemetaan Masalah Tingkat RW  tersebut perwakilan masing – masing RT hadir semua. Acara Pemetaan Masalah Tingkat RW merupakan salah satu rangkaian acara dalam pembuatan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel) untuk waktu 5 tahun ke depan. Perwakilan atau delegasi RT dalam diskusi kelompok juga melibatkan warga penerima manfaat layanan program dari pemerintah (baca = warga miskin), yaitu seperti penerima Raskin, Jamkesmas, RTLH, PKMS Gold, dan lain – lain. Diskusi kelompok ini akan menggali serta memotret persoalan yang muncul dalam wilayah terkait dengan 5 hak dasar.

Sebelum acara diskusi kelompok dimulai, beberapa perwakilan dari warga menanyakan tentang berbagai hal seputar TKPKD, Tujuan Pemetaan Masalah Tingkat RW sampai dengan Hasil dari RPJMKel. Suara minor dalam sessi tanya jawab terkait dengan RPJMKel tersuarakan dengan lantangnya. Diduga hal ini disebabkan karena kekecewaan warga akan hasil Musrenbang yang tidak sesuai dengan perencanaan warga sangat tinggi. Ditambah Pak RW yang tidak hadir dalam Sosialisasi Inisiasi RPJMKel serta Pemetaaan Masalah Tingkat Kelurahan di Pendhapa Kelurahan Sondakan. Sehingga keterputusan informasi tentang pentingnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan menjadi salah satu faktor penyebab ketidak percayaan beberapa warga yang hadir dalam AKP RW XII tersebut.

Beragam kekecewaan terlontar dalam pertemuan itu. Sebut saja "forum Musrenbang yang berjalan tidak menjawab kebutuhan masyarakat, hanya seremonial belaka, usulan yang digulirkan berkali – kali tidak ditindaklanjuti  (misal pengaspalan/perbaikan jalan ), belum lagi harus bolak – balik kirim data ke kelurahan, dan masih banyak lagi kekecewaan yang muncul. Juga sempat muncul ungkapan bahwa mereka punya dewan (daerah pemilihan) yang mampu menjembatani serta mengawal usulan dari warga RW XII sehingga direalisasi. Bahkan statemen paling keras terlontar untuk membatalkan acara karena yakin tidak akan bisa berjalan.

Begitu dinamisnya forum yang mempertanyakan akan hasil akhir dari dokumen RPJMKel Sondakan nantinya, maka untuk meredam suasana Ibu Endah Tyasmini menawarkan kepada audiens untuk mencoba dilakukan Pemetaan Masalah. Akhirnya forum diskusi 5 kelompok dalam AKP RW XII berjalan, diawali dengan pengenalan peta buta sampai dengan pengisian form masalah. Walaupun ada beberapa warga yang menolak untuk melakukan AKP RW (dengan keluar ruangan ), pada akhirnya mereka (yang menolak) ikut masuk keruangan untuk mengamati jalannya forum AKP RW. Dan dalam diskusi 5 kelompok berjalan dinamis.

Misal dalam kelompok Infrastruktur muncul persoalan jalan rusak & saluran mampet. Di kelompok Pendidikan ada beberapa anak putus sekolah, kelompok kesehatan terkuak beberapa penyakit endemic, dan masih banyak lagi persoalan yang tergali dalam AKP RW. Artinya Pemetaan Masalah Tingkat RW berjalan dengan lancar. Yang pada akhir acara Pemetaan Masalah Tingkat RW selesai, perwakilan dari mereka meminta salinan hasil dan akan mereka follow_up dengan mengisi form – form tersebut dengan cara mereka.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya ada apresiasi yang tinggi dari warga dalam forum – forum perencanaan pembangunan. Sepanjang dalam prosesnya warga dilibatkan secara aktif berikut ada “garansi” akan hasil yang telah direncakan untuk dapat ditindaklanjuti oleh instansi/pihak yang berwenang. Juga warga mendapat dokumen hasil dari perencanaan pembangunan tersebut, sehingga dalam monitoringnya mereka juga ikut terlibat.

(By BChrist)

Kamis, 24 Oktober 2013

Kritik Warga Sondakan Atas Forum Perencanaan Pembangunan

Rabu, 23 Oktober 2013 pukul 19.30 WIB malam itu Rumah Makan Ayam Goreng Ibu Rochman RW III Kelurahan Sondakan sangat ramai, tak seperti biasanya. Banyak terlihat Bapak – bapak maupun Ibu – ibu yang duduk “lesehan” beralaskan karpet, bukan karena sedang ingin menikmati kuliner masakan Ibu Rochman. Tetapi malam itu warga berkumpul karena memenuhi undangan dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Kota Surakarta.

Warga RW III Kelurahan Sondakan akan membahas acara Pemetaan Masalah Tingkat RW (AKP RW) yang merupakan salah satu rangkaian dari proses pembuatan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel) Sondakan, yang sebelumnya diawali oleh kegiatan Sosialisasi Inisiasi RPJMKel serta disusul dengan Pemetaan Masalah Tingkat Kelurahan yang telah terlaksana di Pendapa Kelurahan Sondakan – Laweyan.

Antusiasme warga RW III sangat tinggi atas acara Pemetaan Masalah Tingkat RW, hal ini dapat terlihat dengan prosentase kehadiran warga yang lebih dari yang ditargetkan ditambah dinamisnya forum yang menambah suasana semakin hangat. Acara Pemetaan Masalah Tingkat RW tersebut difasilitasi oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta yang pada malam itu diwakili oleh Mbak Endah Tyasmini & Sdr. Bambang Christanto serta dibantu 5 orang faskel Sondakan (alumni pelatihan RPJMKel di Tawangmangu) yaitu : Bpk. Sulardi, Bpk. Mursid, Bpk. Amin Rasyidi, Sdri. Dina Marfu’ah & Sdri. Ratna Dewi S.

Warga RW III Antusias Ikuti Analisa Kemiskinan Partisipatif
Warga yang hadir  dibagi dalam 5 kelompok : Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Pemukiman & Infrastruktur. Dalam diskusi kelompok tersebut, warga akan menggali informasi serta memetakan persoalan yang muncul diwilayahnya. Yang mana diawali dengan PETA BUTA terlebih dahulu dengan cross ceck batas – batas RW sampai dengan bangunan – bangunan apa yang dapat digunakan sebagai penanda di wilayah RW, setelah ada klarifikasi peta selanjutnya akan diskusi terkait dengan 5 kebutuhan/hak dasar dari masyarakat.

Masing – masing kelompok antusias dalam diskusi kelompok tersebut, hanya saja dalam kelompok isu Pemukiman minim temuan masalah. Hal tersebut dikarenakan dalam wilayah RW III Kelurahan Sondakan secara umum pemukiman baik, bukan kategori dalam wilayah padat penduduk dengan segala persoalan yang muncul, baik dalam sisi kesehatan, sosial, keamanan,dan lain sebagainya. Artinya secara umum RW III dalam hal pemukiman dalam kategori baik ( tidak rawan persoalan ).

Ada sekitar 9 rumah tidak layak huni, inipun tidak serawan di kelurahan yang lain. Karena 9 rumah yang  muncul dalm diskusi isu pemukiman kondisinya rata – rata hanya gentengnya yang banyak bocor serta dindingnya yang semua belum full tembok (masuk dalam RTLH dalam AKP RW III). Inilah salah satu yang terpotret dalam kelompok pemukiman.

Diskusi ke – 5 kelompok berjalan dengan lancar termasuk dengan temuan – temuan yang muncul dalam setiap isunya. Hal yang cukup menarik adalah tatkala presentasi hasil dalam setiap kelompok sudah selesai, yaitu beberapa warga yang menanyakan akan hasil diskusi kelompok dalam AKP RW ini (Pemetaaan Masalah Tingkat RW). Apakah akan sama nantinya seperti di forum – forum perencanaan pembangunan lainnya. Taruhlah seperti pada forum Musrenbang misalnya. Dalam sessi tanya jawab yang dipandu oleh Endah Tyasmini selaku perwakilan dari TKPKD Kota Surakarta sangat dinamis.

Hal ini terangkat dalam sessi tanya jawab, seperti  : Pertama, Apakah nanti hasilnya akan sama dengan Musrenbang (usul berkali – kali tetapi tidak pernah terealisir salah satunya adalah persoalan saluran di Jl. Samanhudi yang mana terintegrasi dengan Kelurahan Bumi). Pada akhirnya warga kecewa karena setiap hujan turun pasti warga di RW III menjadi korban genangan/banjir,

Kedua, Mengharap TKPKD Kota Surakarta untuk ikut mengkomunikasikan ke dinas atau instansi terkait atas persoalan – persoalan yang muncul di RW III Kelurahan Sondakan (berikut solusi dari warga) karena mentok/buntu dalam tingkat eksekusi. Ketiga, Persoalan terkait pemukiman di Sondakan, muncul usulan Rusunawa tetapi terkendala lahan serta minta dibuatkan Rusunawa khusus (dalam arti hanya 2 atau 3 lantai, mengingat berbeda dengan kasus di Semanggi atau di Begalon yang penduduknya sangat padat serta yang belum memiliki rumah masih sangat tinggi).

Itulah beberapa persoalan yang muncul dalam sessi tanya jawab dalam RW III Kelurahan Sondakan. Kekecewaan atas hasil Musrenbang cukup tinggi, serta berharap TKPKD Kota Surakarta dengan hasil Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Sondakan mampu menjawab persoalan dasar masyarakat. Pesimisme tersebut cukup beralasan karena usulan mereka (warga) diforum – forum perencanaan pembangunan kota macet dalam tahapan implementasi.

Selain itu mereka berharap seperti persoalan saluran di jalan Samanhudi yang terintegrasi dengan kelurahan yang lain (baca = Bumi) dapat terkomunikasikan dengan baik ke kelurahan Bumi serta terkomunikasikan dengan pihak atau instansi terkait, misalnya PU. Agar setiap perencanaan pembangunan dapat sinergi & terintegrasi dengan wilayah yang lain, karena dampaknya saling terkait dengan wilayah yang ada di sekitarnya.


(By BChrist)

Senin, 23 September 2013

TKPKD Siapkan Fasilitator Penyusunan RPJMKel Tahap III

Inisiasi pembuatan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel) terus dikerjakan secara simultan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Solo. Saat ini menjelang masuk ke pendampingan ke Tahap III bagi 6 kelurahan. Keenam kelurahan tersebut yakni Danukusuman, Tegalharjo, Sondakan, Bumi, Stabelan serta Pajang.

Keenam kelurahan ini merupakan kelurahan lanjutan dari tahap I (Sewu dan Joyotakan) serta tahap II yang sedang dalam proses penyusunan yakni Semanggi, Keprabon, Gajahan serta Joyosuran. Dalam rangka mematangkan tim yang membantu implementasi, maka TKPKD menyelenggarakan pelatihan penyusunan dokumen RPJMKel di Tawangmangu yang diikuti oleh 34 peserta dari 6 kelurahan pada Sabtu-Minggu/21-22 September 2013 di Hotel Pondok Indah.

Penyelenggaraan kegiatan ini memang difokuskan sebagai peningkatan kapasitas tidak hanya Faskel maupun perwakilan LKM namun juga individu yang diperkirakan akan bisa membantu fasilitasi dilapangan. Pelatihan fasilitator disiapkan secara matang sehingga harapannya saat mulai penyusunan tidak akan mengalami kendala waktu yang berarti. Target tersusunnya dokumen pada Desember 2013 mendatang menjadi titik kerja serius.

Para peserta dalam rentang 2 hari dilatih bagaimana menggunakan teknik PPA atau Analisa Kemiskinan Partisipatif dan juga bagaimana menuliskan hasil PPA menjadi dokumen RPJMKel. Mereka diajari secara manual menggunakan tools serta mengaplikasikan dalam diskusi-diskusi kelompok. Meski alat yang digunakan adalah relatif baru bagi peserta, namun mereka antusias mencoba dan mempraktekkan secara tekun. Terlihat kesungguhan yang sebenarnya ketika sessi-sessi dijalankan.

Pasca pelatihan Fasilitasi Penyusunan Dokumen RPJMKel, TKPKD mempersiapkan sosialisasi di 6 kelurahan tersebut untuk menyusun dokumen di fase berikutnya. Penyusunan ini sebagai upaya implementasi penanggulangan kemiskinan yang berbasis teritori dan melandaskan pada kajian analisa hak warga. Meski alat ini punya tantangan besar, namun peserta pelatihan tampak antusias dan melibatkan diri penuh dalam sessi ujicoba.

Rabu, 11 September 2013

Tim Perumus Gajahan Mulai Bekerja Minggu II September

Kelurahan Gajahan telah melewati tahap Analisa Kemiskinan Partisipatif dan mulai memasuki perumusan hasil identifikasi masalah. Dari tahap AKP Kelurahan, AKP RW hingga merunut masalah telah disatukan untuk kemudian dilakukan pembenahan. Hasil pembenahan menjadi bahan Tim Perumus melakukan identifikasi penanganan masalah yang tepat dan pas.

Dalam kegiatan FGD Merunut Masalah yang diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 3 September 2013 di Gubuk Poncosari telah memilih 8 orang sebagai tim perumus. Mereka mewakili kelembagaan maupun penajaman dari 5 isu yang teridentifikasi. Ke 8 tim perumus tersebut yakni Sya'bani (mewakili isu Pemukiman), Siti Ngubaidah (Kesehatan), Sulis Isrini (Ekonomi), Bambang Kristiyanto (Infrastruktur), M Junaidi (Pendidikan), Rustriyanto (LPMK), Sahuri (Pemkel Gajahan), Iva Hamidi (Faskel).

Untuk isu ekonomi, kesehatan dan infrastruktur tercatat ada 5 masalah pokok yang teridentifikasi sementara 2 isu lain yakni Pendidikan dan Pemukiman hanya ada 4 masalah penting. Masalah-masalah yang muncul memang hampir seragam dengan kelurahan yang lain. Sebut saja di isu ekonomi, ketergantungan pada rentenir, usaha ekonomi produktif yang tidak menyerap naker, pengangguran serta minimnya modal masih jadi isu penting.

Pada infrastruktur, kerusakan sarana publik menjadi suara masyarakat. Baik menyangkut jalan, drainase, banjir yang kemudian berakibat pada sektor yang lain. Untuk isu kesehatan, masalah bayi lahir dan ibu melahirkan meninggal, lingkungan sehat, penyakit endemik hingga kekurangan gizi menjadi sorotan. Sedangkan di Pendidikan kecukupan prasarana PAUD dan TPQ turut diwacanakan disamping problem lain seperti tidak adanya lokasi bermain anak, peredaran miras serta problem anak putus sekolah.

Isu pemukiman juga didominasi masalah-masalah di soal pengentasan kemiskinan. Masih adanya rumah tidak layak huni, minimnya ruang terbuka umum, pemukiman tidak sehat, padat serta magersari. Masyarakat berharap ke depan akan ada penataan dari Pemkot sehingga terjadi perubahan penataan wilayah. Pertemuan tim perumus menjadi titik krusial dan penting untuk membedah dan mencarikan solusi masalah secara konkrit.

(By MHist)

Jumat, 02 Agustus 2013

Peran Vital Media Massa Dalam Perencanaan

Persoalan kemiskinan menjadi salah satu agenda prioritas yang harus diselesaikan bagi Pemerintahan Kota Surakarta.  Dengan slogan WARAS, WAREG, WASIS, SANDANG dan PAPAN Pemerintah Kota Surakarta memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan Pemkot Surakarta dalam mengajak segenap stakeholders di kota Bengawan ini untuk terlibat aktif dalam menanggulangi persoalan tersebut. Mulai dari NGO’s sampai dengan kalangan dunia usaha masuk di Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD).

Secara struktural kelembagaan TKPKD dikomandani oleh Wakil Walikota. Salah satu aktivitas penting mengurangi kemiskinan di Kota Solo yakni dengan menginisiasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan (RPJMKel). Ujicoba dilakukan dibeberapa kelurahan pilot untuk mengukur sejauh mana metodologi yang dilakukan berjalan efektif atau tidak. Pertemuan Sosialisasi Inisiasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, BAPPEDA Kota Surakarta, Lurah serta LPMK di 11 Kelurahan pada tanggal 30 Oktober 2012. Yang mana 11 Kelurahan tersebut menjadi awal serta pilot project di Kota Surakarta.

Adapun metodologi yang dipakai dalam menyusun RPJMKel yakni memakai PPA (Participatory Poverti Assessment atau Analisa Kemiskinan Partisipatif). TKPKD menerjunkan pendamping yang berasal dari kalangan aktivis, individu yang memiliki concern serta melibatkan Fasilitator Kelurahan. Inisiasi dari Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan merupakan jawaban atas kegelisahan akan proses dari forum Musrenbang yang sudah berjalan lebih dari satu dekade ini.

Yang dirasa mulai menjauh dari pelibatan warga miskin dalam proses perencanaannya, didominasi elite wilayah, program yang tidak sesuai dengan kebutuhan dasar warga, kejenuhan akan hasil sehingga muncul pemeo “ritual formal tahunan”, dominan pembangunan fisik dan masih banyak lagi nada miring lainnya. Ini menjadi salah satu tolok ukur bahwa forum dari Musrenbang harus segera direvitalisasi karena sudah teralienasi dari kepentingan masyarakat (baca = si miskin). Bahwa Musrenbang tidak lagi menjawab kebutuhan dasar serta problematika si miskin yang selama ini hanya menjadi obyek saja dari pembangunan.

Berangkat dari hal diatas, dengan model PPA yang dilakukan oleh TKPKD Kota Surakarta dalam memetakan masalah yang ada di masing – masing wilayah maka secara substansi lebih fokus dan mengena akan persoalan yang muncul di masyarakat. Apalagi dengan menggunakan kajian 5 kebutuhan dasar (Pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur dan pemukiman) yang mana sangat tepat dalam menggali serta mencari informasi di wilayah. Dengan upaya revitalisasi Musrenbang yang dilakukan oleh TKPKD maka diharapkan banyak dukungan serta support dari berbagai pihak yang ada.

Satu hal yang tak kalah penting dalam keberhasilan akan penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan adalah peran aktif dari media massa dalam mem_blow_up agenda ini. Ketika masyarakat sudah bisa dilibatkan secara aktif diproses penyusunan dokumen RPJMKel ini, kemudian sangat dibutuhkan dengung atau publikasi yang massif dari media massa. Karena jika langkah strategis yang dilakukan oleh TKPKD Kota Surakarta dengan agenda penyusunan dokumen RPJMKel tanpa dipublikasikan serta dukungan secara massif dari media massa, maka awal dari keberhasilan dalam merevitalisasi Musrenbang tidak akan banyak masyarakat yang tahu.

Jika agenda besar dokumen RPJMKel ini mampu disosialisasikan lewat berbagai media, baik cetak maupun elektronik maka satu langkah kedepan dapat terealisir. Yaitu masyarakat luas menjadi tahu dokumen RPJMKel serta kegunaan atas dokumen tersebut.

(By BChrist)

Kamis, 01 Agustus 2013

Pentingnya Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Wilayah

Dalam alam demokrasi yang menjunjung tinggi hak – hak dasar tiap individu, maka kebebasan berekspresi, berserikat serta berkumpul dilindungi oleh undang – undang. Setiap individu dijamin oleh negara dalam menyuarakan aspirasinya. Substansi dari nilai demokrasi itu sendiri adalah dari RAKYAT, oleh RAKYAT dan untuk RAKYAT. Makna sederhananya bahwa kuasa penuh ada ditangan rakyat, peran negara adalah menjalankan atas kehendak rakyat itu sendiri.

Di negara yang menjunjung nilai – nilai demokrasi seperti Indonesia, hal tersebut tertuang dalam Pancasila sila ke – 4 yang berbunyi :”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Itulah jiwa serta nafas dalam alam demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu sudah terbangun puluhan tahun yang lalu, ejawantah atas nilai tersebut masih pasang surut dalam menemukan entitas kulturalnya (Indonesia ).

Dalam pasang surutnya demokrasi di masa Orde Baru yang sarat sentralistik, seolah mentasbihkan bahwa kebebasan dalam berekspresi adalah sesuatu yang utopis. Kebijakan – kebijakan yang muncul tentulah garis komando atau lebih dikenal dengan istilah top_down. Kewenangan penuh ada ditangan pusat, yang mana berkonsekuensi daerah hanya sebagai pelaksana saja apapun bentuk kebijakannya. Tidak ada musyawarah atau keterlibatan segenap komponen masyarakat yang ada dalam perencanaan pembangunan. Sangat jauh dari unsur – unsur semangat demokrasi yang termaktub dalam Pancasila terutama sila ke – 4.

Tidak adanya jaminan penuh atas hak setiap individu dari negara pada saat itu menyebabkan semua persoalan yang ada dalam masyarakat dibiarkan mengendap terus – menerus. Semua bentuk media diawasi oleh pemerintah secara ketat, sehingga tidak ada kekuatan penyeimbang dalam konteks bernegara. Jikalau ada satu media yang bersuara kritis akan kebijakan negara, maka dengan secara cepat akan segera dibredel (kuasa dari Departemen Penerangan ).  

Gayung bersambut tatkala Gerakan Reformasi ’98 lahir menandai akhir dari rezim Soeharto berkuasa 32 tahun lamanya. Akumulasi segala persoalan yang telah lama mengendap pada akhirnya meledak tatkala momentum reformasi menjadi awal dari perubahan dalam tatanan demokrasi Indonesia. Tuntutan akan perubahan system (sentralistik) menuju system yang “demokratis” semakin menyeruak hingga keseluruh negeri.  

Perwujudan akan semangat nilai – nilai demokrasi salah satunya adalah tatkala masyarakat ikut terlibat dalam proses – proses perencanaan pembangunan. Kebijakan sudah tidak menggunakan model top_down tetapi dengan model bottom_up. Dimana partisipasi aktif dari masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan atas suatu perencanaan pembangunan.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta dalam melaksanakan desain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan tak luput akan hal tersebut (pelibatan masyarakat). Semangat dalam menterjemahkan substansi dari demokrasi yang dibangun adalah melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan. Hal ini menjadi menjadi pijakan dari TKPKD Kota Surakarta dalam proses penyusunan dokumen Rencana pembangunan Jangka Menengah Kelurahan mulai dari Sosialisasi Inisiasi RPJMKel sampai dengan acara Rembug Warga yang menjadi sarana validasi serta klarifikasi atas dokumen yang telah disusun.

Proses perencanaan pembangunan yang baik adalah ketika segenap stakeholders ikut terlibat serta dilibatkan dalam proses – proses tersebut. Ada dua hal besar yang melandasi yakni Pertama : hasilnya perencanaan tidak akan maksimal, tidak fokus dan tidak mengena ke substansi persoalan. Kedua : daya dukung akan hasil perencanaan tersebut juga tidak akan kuat. Legitimasi akan hasil tersebut pasti akan dipertanyakan, karena hanya berdasarkan subyektifitas para elite_nya saja.

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta dalam menyusun dokumen RPJMKel berupaya secara maksimal mendorong penuh keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan – tahapan pelaksanaan penggalian masalah. Keterlibatan masyarakat menjadi penting, karena pada akhirnya ketika dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan sudah final atau jadi maka yang akan melaksanakan nantinya juga masyarakat itu sendiri.

Dengan dilibatkannya masyarakat secara aktif, terutama warga miskin akan menjadi daya tawar tersendiri. Bahwa dokumen RPJMKel ini merupakan kebutuhan dari masyarakat, yang mana dalam proses penyusunannya mereka terlibat dalam pemetaan masalah di wilayah maupun lingkungannya masing – masing. Jadi secara obyektif  mereka memotret sendiri wilayahnya sesuai dengan 5 kebutuhan dasar, yaitu : ekonomi, kesehatan, pendidikan, permukiman dan infrastruktur. Semangat dari keterlibatan si miskin ini yang menjadi ruh dari dokumen RPJMKel ini, karena dalam proses perencanaan pembangunan sebelumnya seperti di forum Musrenbang suara mereka (si miskin) nyaris tak terdengar lagi.

Perlunya mengembalikan animo masyarakat dalam keterlibatan dalam proses perencanaan pembangunan sebagai bentuk apresiasi serta wujud dari substansi nilai demokrasi yang dijunjung tinggi. Agar kedepan setiap tahapan perencanaan pembangunan, masyarakat terlibat aktif juga out_put yang dicapai jelas dan tidak bias.  Mengambil obor atau semangat dari masyarakat untuik ikut terlibat dalam proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan juga tidaklah mudah. 

Karena selama ini mereka nyaris tidak dilibatkan dalam setiap proses perencanaan pembangunan yang telah bergulir, kemudian adalah tantangan akan hasil yang diperoleh selama ini (musrenbang) juga tidak menyentuh problem dasar mereka (masyarakat) yaitu “kemiskinan”. Maka menjadi pra syarat dasar bahwa setiap proses perencanaan pembangunan, masyarakat terus dilibatkan dan terlibat secara aktif. Karena merekalah sejatinya yang menjadi kunci dari demokrasi.

(By BChrist)

Rabu, 24 Juli 2013

Faskel Sebagai Mitra Strategis TKPKD Kota Surakarta

Keterlibatan segenap stakeholders dalam proses perencanaan pembangunan merupakan keniscayaan. Daya dukung dari semua unsur  akan semakin menguatkan legitimasi akan keabsahan dokumen perencanaan pembangunan. Seperti halnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan yang menjadi program dari Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta. Yang mana membutuhkan support yang jelas dan terukur dari segenap stakeholders yang ada. Mulai dari SKPD terkait sampai dengan masyarakat itu sendiri, yang selama ini hanya menjadi obyek dari pembangunan (zaman Orba).

Penguatan – penguatan akan peran aktif civil society merupakan bagian yang tak terpisahkan, ketika bicara dalam konteks demokrasi. Bahwa kuasa penuh ada ditangan RAKYAT (dari, oleh dan untuk RAKYAT) bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dapat diejawantahkan secara praksis. Perubahan paradigm dari era Orde Baru ke masa transisi demokrasi sekarang ini tentunya juga menemui kosekuensi – konsekuensi tersendiri dalam masyarakat. Seperti halnya yang telah disebutkan diawal tadi tentang keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang selama ini jarang bahkan mustahil dilakukan.

Diskusi rutin adalah salah satu cara meningkatkan kapasitas Faskel
Maka dalam merajut kembali peran masyarakat (sipil) yang tergerus perannya selama ini dalam setiap perencanaan pembangunan, TKPKD dalam menyusun dokumen RPJMKel melibatkan warga secara aktif dalam setiap prosesnya. Terutama warga miskin yang jarang sekali dilibatkan dalam forum – forum perencanaan kota. Hal ini bisa dilihat dari banyak sindiran, bahwa perencanaan pembangunan yang berlangsung selama ini misalnya Musrenbang tidak “pro poor”.

Dalam strategi penanggulangan kemiskinan, TKPKD Kota Surakarta juga melibatkan Fasilitator Kelurahan di setiap wilayah kelurahan. Hal ini dilakukan dengan argumentasi bahwa Faskel tentulah orang – orang yang paham serta mengetahui  demografi wilayahnya serta personal yang “memiliki kapasitas”. Maka keterlibatan aktif dari faskel dengan harapan memperlancar serta mempermudah TKPKD Kota Surakarta dalam melaksanakan proses penyusunan dokumen RPJMKel di tiap tahapan. Karena Faskel akan terlibat aktif dari mulai Sosialisasi Inisiasi RPJMKel sampai dengan acara Rembug Warga atas dokumen RPJMKel.

Fasilitator Kelurahan (Faskel) merupakan jembatan hidup serta tangan panjang dari TKPKD Kota Surakarta dilapangan dalam men_support kerja – kerja teknis serta memperlancar proses – proses PPA. Karena tanpa adanya peran serta difungsikannya faskel, maka kerja – kerja pengorganisiran serta PPA akan berat. Melihat luasnya medan serta banyaknya kelurahan di kota Surakarta yaitu 51 Kelurahan. Apalagi kota Surakarta merupakan pilot project penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Kelurahan.

Tantangan tersebut yang harus dilalui dengan melibatkan secara aktif peran faskel dalam proses – proses selanjutnya. Sehingga diperlukan up grade capacity untuk para faskel terkait dengan tugas – tugas mereka dilapangan. Perlunya transformasi sosial serta transformasi knowledge atas dokumen RPJMKel, sehingga ketika terjun dilapangan dan berbaur dengan masyarakat mampu menterjemahkan tentang RPJMKel dalam konteks menjawab kebutuhan masyarakat yang menyangkut 5 kebutuhan dasar (kesehatan, pendidikan, ekonomi, permukiman serta infrastruktur).

Selain hal tersebut diatas Fasilitator Kelurahan juga memiliki tanggungjawab sebagai berikut :
(1). Melakukan Koordinasi dengan Pihak SKPD Kelurahan dan LPMK terkait dengan kegiatan Renstra Kelurahan; (2). Mempersiapkan Renstra Kelurahan sampai dengan pada penyelenggaraan  AKP – PPA RW dilaksanakan (pendampingan); (3). Membantu  untuk melakukan pengorganisiran/mobilisasi peserta AKP; (4). Terlibat aktif dalam penyediaan dokumen maupun penyusunan RPJMKel.

Adanya peran Fasilitator Kelurahan dalam proses penyusuna dokumen RPJMKel, diharapkan penguatan – penguatan akan civil society dapat terwujud dengan baik. Hasil dari dokumen RPJMKel juga tentunya jauh lebih fokus dan mengena akan kebutuhan dasar dari masyarakat dalam konteks menjawab serta memetakan kemiskinan di kota Bengawan ini. Keterlibatan aktif dari warga miskin tentunya akan berdampak positif akan forum – forum perencanaan pembangunan kedepan, agar hasilnya tidak bias dan dapat dinikmati oleh segenap stakeholders yang tepat. VOX POPULI VOX DEI…..!!!!!



Minggu, 21 Juli 2013

Sisi Penting Pelibatan Masyarakat Rt dan Rw Dalam Penyusunan Dokumen RPJMKel (2)

Sebelum  menjadi dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan, hal yang sangat pokok  adalah memberikan gambaran secara makro akan pentingnya RPJMKel kepada para pemangku kepentingan di wilayah, antara lain RT dan RW. Karena mereka merupakan ujung tombak dalam masyarakat. Baik RT maupun RW juga menjadi sumber informasi vital ditingkatan grassroot. Dengan berbagai peran serta fungsi yang melekat pada RT dan RW, maka pondasi awal untuk menerjemahkan secara detail pentingnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan kepada mereka adalah suatu “pra syarat yang harus terpenuhi”.

Dengan memberikan pemahaman kepada RT dan RW, harapannya akan muncul respon positif salah satunya adalah pada saat Pemetaan Masalah Tingkat RW.  Prosentase keberhasilan akan tinggi dalam menggali persoalan bila RT/RW mengetahui output pentingnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menegah Kelurahan. Terlebih dalam memobilisasi atau menghadirkan warganya dalam acara Pemetaan masalah Tingkat RW nanti. Artinya RW maupun RT minimal mempunyai gambaran diawal, siapa – siapa nantinya yang akan menjadi perwakilan dalam acara AKP RW tersebut.

Karena baik RT maupun RW mempunyai data lebih update dibandingkan dengan kelembagaan kelurahan lainnya. Misalnya saja data mengenai siapa warga yang mendapat manfaat  program dari pemerintah (PKMS, BPMKS, RASKIN, JAMKESMAS, dan lain – lain). Jikalau selama ini forum Musrenbang tidak mampu menjawab kebutuhan dasar dari masyarakat terutama untuk si miskin, karena hanya di dominasi oleh para elite saja. Maka dalam agenda besar RPJMkel ini  kekhawatiran akan hal tersebut akan terjawab. RPJMKel  pada awalnya adalah mencoba mengembalikan spirit masyarakat untuk terlibat secara aktif segenap stakeholders yang ada didalam penyusunan proses – proses perencanaan pembangunan. Agar daya dukung atas dokumen RPJMKel nantinya semakin kuat, apalagi dengan keterlibatan warga miskin yang dimobilisasi oleh para pemangku kepentingan di wilayahnya masing – masing.

Peran penting dari pemangku wilayah yaitu RT dan RW adalah saat pra kondisi dalam acara Pemetaan Masalah Tingkat RW. Yaitu memberikan penjelasan serta pemahaman kepada delegasi dari wilayahnya masing – masing yang akan dihadirkan dalam acara tersebut. Agar pada waktu AKP RW berlangsung, warga atau para peserta sudah mengetahui apa yang harus dilakukan, serta mereka sudah mempunyai bekal dalam proses diskusi dalam AKP RW. Bekal yang sudah melekat dalam mind set para peserta AKP RW adalah pemahaman batas–batas wilayah yang nantinya akan tergmbar dalam peta, penguasaan akan persoalan – persoalan yang muncul dalam lingkungannya terkait dengan 5 kebutuhan dasar.

Jika RT maupun RW sudah melakukan hal – hal tersebut, maka dalam proses AKP RW akan lebih dinamis forumnya disamping akan lebih optimal mengeksplore problem yang dihadapi masyarakat. Hal ini disebabkan para delegasi AKP RW sudah memahami serta mengetahui apa yang harus disampaikan dalam forum. Antisipasi akan munculnya pertanyaaan apa itu RPJMKel, apa indikator kemiskinan, kriteria apa saja untuk dapat bantuan dari pemerintah, apa itu TKPKD, siapa yang akan mengawal RPJMKel, serta usulan – usulan untuk membuat gapura, pos ronda dan lain sebagainya bisa diminimalisir.

Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan pemahaman kepada RT serta RW bahwa dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan merupakan dokumen yang dinamis. Artinya dokumen yang pada setiap periode 1 tahunnya bisa mengalami perbaikan atau revisi, bila terkait dengan hal – hal yang bersifat pokok atau prioritas program. Tentunya disertai dengan argument kuat, data yang valid serta realistis. Sehingga tidak sekedar dimaknai bahwa dokumen RPJMKel itu dokumen statis alias tidak bisa dikritisi. Hal ini juga sebaiknya tersampaikan secara persuasif kepada seluruh stakeholders yang terlibat dalam penyusunan dokumen 5 tahunan ini.


(By BChrist)

Rabu, 17 Juli 2013

Fokus Pada Penggalian Problem-Problem Kemiskinan

AKP RW VIII Semanggi

Dalam proses perencanaan pembangunan, segenap komponen dalam masyarakat idealnya dilibatkan secara aktif. Harapannya adalah perencanaan pembangunan nantinya akan tepat sasaran. Maka proses partisipatif merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam setiap perencanaan pembangunan. Dengan dilibatkannya semua unsur yang ada maka, legitimasi, produk, pembangunan dari proses tersebut tentunya semakin menguat.

Berangkat dari persoalan kemiskinan yang menjadi agenda pokok dari pemerintah, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta fokus pada “strategi penanggulangan kemiskinan dalam menjawab kebutuhan dasar masyarakat”. Dimana aktivitas tersebut fokus pada 5 kebutuhan dasar yakni kesehatan, pendidikan, permukiman, ekonomi & infrastruktur.  Kelima kebutuhan dasar tersebut diekplorasi secara mendalam menggunakan metode PPA.  Kegiatan ini adalah inisiasi TKPKD Kota Surakarta dalam program penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan.

Minggu, 07 Juli 2013 pukul 20.00 WIB bertempat di Gedung Serba Guna RW XVIII Kelurahan Semanggi TKPKD Kota Surakarta mengadakan salah satu tahapan dalam proses penyusunan dokumen RPJMKel Semanggi, yaitu Pemetaan Masalah Tingkat RW. Acara yang melibatkan stakeholders di lingkungan RW XVIII tersebut berlangsung cukup hangat (dinamis). Misalnya Bapak Hadi Suwarno mengungkapkan : ”Apa yang menjadi kriteria orang miskin?”. Kemudian Bapak Sahyudi turut memberi masukan agar ada kriteria tentang kemiskinan, agar setiap ada bantuan atau program tidak salah sasaran.

Elisabeth Riana dari TKPKD menjelaskan tentang pentingnya acara Pemetaaan Masalah Tingkat RW, apa itu TKPKD, 5 kebutuhan dasar, serta menjelaskan manfaat adanya RPJMKel. Selain menanyakan hal – hal tersebut juga banyak brainstorming seputar hasil musrenbang yang selama ini menurut warga RW XVIII Kelurahan Semanggi kurang menyentuh pada problem yang mereka hadapi selama ini ( warga miskin ).

Mulai dari masalah pengangguran, anak putus sekolah, permukiman (non sertifikat yang telah permanen berdiri di bantaran tanggul/rel kereta api) sampai dengan pembagian bantuan yang tidak merata, dan lain sebagainya. Beberapa pertanyaan muncul juga disebabkan karena program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan yang diperkenalkan oleh TKPKD Kota Surakarta merupakan “sesuatu yang baru & asing bagi mereka”.

Dengan munculnya beberapa contoh pertanyaan yang muncul dari warga RW XVIII tersebut diatas, maka menjadi hal penting ketika pada proses Sosialisasi Inisiasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan harus terjadi pemahaman yang sama diantara stakeholders yang ada di kelurahan juga proses transformasi akan pentingnya dokumen RPJMKel tersebut berikut dengan segala proses yang akan dilalui di masyarakat.

Agar dalam fase – fase penyusunan dokumen RPJMKel selain berjalan dengan lancar,  juga mendapat dukungan penuh dari segenap stakeholders yang ada. Terlebih RPJMKel  merupakan pilot project di kota Bengawan ini. Apalagi di kelurahan Semanggi adalah salah satu kelurahan di kota Surakarta yang multikompleks persoalannya, selain padat penduduknya juga didukung dengan luas wilayahnya yang cukup besar.

Secara garis besar Pemetaan Masalah di Tingkat RW XVIII berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan warga yang hadir sudah mengenal daerahnya dengan baik (batas wilayah, keadaan wilayah berikut persoalan yang acap kali muncul). Misalnya menjawab pertanyaan disaat terjadi hujan maka rata – rata di lingkungan RW XVIII selalu terjadi genangan dimana – mana, banjir serta selokan yang tidak berfungsi secara maksimal.

Pada sessi akhir acara dilakukan presentasi hasil pemetaan masalah masing – masing kelompok yang terdiri dari 5 kelompok mewakili isu : kesehatan, pendidikan, permukiman, ekonomi & infrastruktur. Acara berlangsung secara dinamis, hal ini dikarenakan setiap kelompok perwakilan isu yang melakukan presentasi diikuti oleh masukan dari perwakilan kelompok lain untuk menambah atau memberi masukan atas yang sudah di presentasikan di depan forum.

Sisi Penting Pelibatan Masyarakat Rt dan Rw Dalam Penyusunan Dokumen RPJMKel (1)

Dalam proses perencanaan pembangunan, keterlibatan stakeholders  wilayah atau lebih sering kita pahami sebagai partisipasi merupakan keharusan. Mengapa demikian??? Karena hal tersebut merupakan pra syarat dasar yang wajib terpenuhi, bahwa proses penyusunan perencanaan pembangunan sepantasnya melibatkan seluruh potensi yang ada (SDM), partisipasi aktif dan juga terkait daya dukung akan proses tersebut. Setidaknya dengan partisipasi akan mewujud dalam ruang publik bagi suara warga. Terlebih adalah keterlibatan dari warga miskin yang selama ini suaranya nyaris tidak terdengar dalam proses – proses perencanaan pembangunan, seperti dalam Musrenbang.

Apalagi dalam tipologi masyarakat perkotaan, dengan kompleksitas persoalan ditambah lagi dengan heterogenitas kota. Kedua hal tersebut merupakan potret nyata dalam kehidupan kota yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Dalam konteks proses perencanaan pembangunan, tentunya akan banyak tantangan melihat realitas yang ada. Dinamisasi, perkembangan kota, globalisasi kini tidak lagi hanya berada diruang-ruang publik namun telah menyeruak ke ruang privat sehingga berpengaruh pada pola pikir masyarakat. Salah satu gaya hidup dalam berkomunikasi yang kini muncul yakni pertemuan diadakan di cafe, di mall, di restaurant dan lainnya.


Berawal dari proses perencanaan pembangunan yaitu Musrenbang, dirasa oleh masyarakat luas bahwa forum tersebut belum fokus atau mampu menjawab problematika yang muncul dalam masyarakat. Terutama ketika mencoba menjawab salah satu problem dasar masyarakat yaitu kemiskinan. Karena dalam pelaksanaannya forum Musrenbang selain hanya di dominasi oleh para tokoh saja, atau jarang melibatkan secara aktif warga miskin yang selama ini hanya menjadi obyek dari pembangunan. Akibatnya perencanaan pembangunan yang dihasilkan sifatnya parsial, tidak menyeluruh serta berkelanjutan.

Sehingga dapat dipastikan hasil dari Musrenbang acapkali menjadi bias dan tidak mampu menjawab persoalan pokok yang dihadapi oleh masyarakat. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta mencoba mengembalikan lagi spirit dari masyarakat untuk mau kembali terlibat aktif dalam proses – proses perencanaan pembangunan di kota Surakarta. Sehingga nanti hasilnya sesuai dengan harapan dan cita – cita masyarakat secara luas serta mendapat daya dukung tinggi dari segenap stakeholders yang ada.

TKPKD Kota Surakarta dengan menggunakan metodologi Participatory Poverty Assessment atau PPA mencoba menggali informasi serta memetakan persoalan yang ada dalam masyarakat, dengan memotret 5 kebutuhan dasar yaitu : kesehatan, pendidikan, ekonomi, permukiman dan infrastruktur. Salah satu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah Pemetaan Masalah Tingkat RW. Yang mana dalam kegiatan tersebut akan mengeksplorasi beberapa persoalan yang muncul dalam wilayah atau lingkungan masing – masing sesuai dengan 5 kebutuhan dasar. Biasanya dimulai dengan pengenalan peta terlebih dahulu. Mulai cross ceck batas – batas RW sampai dengan bangunan yang dapat digunakan sebagai penanda di wilayah RW. Hasil dari klarifikasi peta nantinya akan menjadi dasar dalam mendiskusikan 5 kebutuhan dasar dari masyarakat.


(By BChrist)

Kamis, 04 Juli 2013

Giliran Sewu Gelar Rembug Warga

Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta bekerjasama dengan BAPPEDA Kota Surakarta serta Pemerintah Kelurahan Sewu pada hari Minggu, 30 Juni 2013 menyelenggarakan acara yang bertajuk “Rembug Warga atas Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Sewu Tahun 2015 - 2019”. Acara yang berlangsung di Gedung Serba Guna Pamrih, Kelurahan Sewu tersebut dimulai pukul 19.30 WIB dengan menghadirkan 127 undangan yang mewakili stakeholders Kelurahan Sewu serta ditambah dari unsur luar antara lain sebagai berikut :

Acara “Rembug Warga atas Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Sewu Tahun 2015 - 2019” turut dihadiri Wakil Walikota Surakarta Drs H Achmad Purnomo Apt selaku Ketua TKPKD Surakarta, Kepala Bappeda Surakarta Drs Agus Djoko Witiarso ST Msi yang juga Sekretaris TKPKD, perwakilan Kecamatan Sewu, Lurah dan Faskel Se Kecamatan Sewu, LPMK Sewu, tokoh masyarakat, perwakilan RW dan Rt di Sewu serta unsur masyarakat lain di Kelurahan Sewu.

Proses yang telah dilakukan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta tersebut diatas hingga menjadi dokumen merupakan strategi dalam perencanaan pembangunan. Yang mana mencoba memotret serta memetakan persoalan yang ada di wilayah. Dimana cara yang dilakukan lebih mengedepankan porsi “partisipasi aktif dari warga” atau mendorong penguatan pada civil society. Perencanaan pembangunan yang melibatkan warga, terutama penerima manfaat layanan program dari pemerintah seperti : RASKIN, JAMKESMAS, PKMS, BPMKS, adalah salah satu cara menampung suara  si miskin yang selama ini tidak terwakili dalam proses perencanaan pembangunan, seperti yang terjadi di forum Musrenbang.

Sekretaris TKPKD saat menjelaskan pentingnya RPJMKel
Dengan program RPJMKel ini harapannya program perencanaan pembangunan dapat menyentuh langsung pada persoalan mendasar yang muncul dalam masyarakat (konteks kemiskinan), tidak hanya kebutuhan fisik saja yang selalu muncul dan mendominasi dalam beberapa tahun terakhir, misalnya : pembangunan gapura, renovasi gedung pertemuan, pavingisasi, dan lain sebagainya.

Menurut penelusuran tahapan kegiatan ada 8 masalah pokok di Kelurahan Sewu yakni
1.     Masih banyaknya penduduk miskin yang bergantung pada rentenir, baik untuk usaha maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup
2.    Banyaknya kepala keluarga tak bekerja dikarenakan oleh minimnya pendidikan dan peluang kerja
3.    Masalah banjir yang muncul tiap tahun
4.    Minimnya pengetahuan dan penanganan masalah kesehatan pada ibu hamil dan balita
5.    Seringnya penyakit berbahaya menjangkiti warga
6.    Belum optimalnya sarana maupun sumber daya dibidang pendidikan, baik formal maupun  informal
7.    Terbatasnya ruang terbuka hijau
8.    Masih banyak warga yang menempati tanah negara dan pemukiman yang tidak tertata dengan rapi

Selama proses penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan Sewu oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta yang memakan waktu kurang lebih 7 bulan, diharapkan dokumen ini mampu menjawab persoalan dasar yang ada. Dengan keterlibatan dari segenap stakeholders kelurahan Sewu selama proses penyusunannya maka legitimasi akan dokumen ini semakin kuat, terlebih diikut sertakannya secara aktif warga miskin yang selama ini tidak terwakilkan suaranya di forum – forum perencanaan pembangunan.

Rembug warga digelar sebagai ajang verifikasi serta validasi atas draft dokumen hasil rumusan Tim Perumus sehingga setidaknya masyarakat bisa memberi respon sebelum disahkan. Wawali menekankan agar masyarakat memahami betul kerangka perencanaan jangka menengah supaya perencanaan bisa terstruktur. Selama ini seringkali perencanaan di tingkat kelurahan bersifat parsial dan tidak berkelanjutan. “Dengan adanya dokumen RPJMKel, semoga pembangunan di Sewu bisa lebih terarah” ungkap Purnomo saat memberi arahan.

(By BChrist)

Senin, 01 Juli 2013

RPJMKel Membutuhkan Komitmen Pemerintah Daerah

Mendorong implementasi perencanaan Jangka Menengah di masyarakat tidak mudah. Berbagai tantangan akan dihadapi baik pada struktur pemerintahan tingkat kabupaten/kota, pemerintahan desa/kelurahan hingga pola pikir yang selama ini telah terbentuk di masyarakat. Setidaknya inilah yang dihadapi oleh Pelaksana Harian TKPKD Kota Surakarta ketika menginisiasi penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan.

Selama ini stakeholders yang ada sudah established dengan model Musrenbangkel sehingga ketika di dorong menggunakan tools lain, butuh menyiapkan infrastruktur yang lebih komplit. Baik berupa perangkat keras (modul, ToR, panduan) maupun perangkat lunak (SDM, capacity building, lobi). Dan elemen terpenting dari semua hal adalah keterbukaan pemerintah daerah agar menerima gagasan ini. Titik tekannya terletak di komitmen yang dimiliki kepala daerah saat menerima gagasan baru.

Sebenarnya inisiasi penyusunan Dokumen RPJMKel ini bukan untuk menggusur peran penting Musrenbang tetapi justru menajamkan atau bahasa lain disebut dengan revitalisasi Musrenbang. Sudah beberapa tahun lalu banyak pihak mensinyalir bahwa proses perencanaan partisipatif di Kota Solo telah menemui titik kejenuhan. Agar proses tidak macet, lambat serta tidak berada di jalurnya tentu butuh terobosan. Apalagi disisi lain muncul tantangan mengenai isu pengentasan kemiskinan.

Hal tersebut mendorong TKPKD Kota Surakarta yang dibantu oleh beberapa aktivis NGO berupaya mencari solusi konkrit atas permasalahan ini. Karena jika dibiarkan, proses yang sudah lama berjalan dan memenuhi unsur-unsur partisipasi serta transparansi bisa jadi malah berbalik. Ini yang tidak boleh dibiarkan sehingga lahirlah gagasan tentang RPJMKel.

Kini setelah melalui berbagai tahapan, dokumen RPJMKel berhasil dilahirkan melalui metode PPA (Participatory Poverty Assassment) atau Analisa Kemiskinan Partisipatif. Metode ini mensyarakatkan keterlibatan aktif warga terutama representasi wilayah agar data maupun informasi yang dibutuhkan sebagai landasan penyusunan RPJMKel bisa diperoleh.

Tugas yang juga penting, kiranya TKPKD mampu mengkonsolidasikan SKPD Pemerintah Kota Solo agar dapat menyerap usulan warga di Dokumen RPJMKel. Serapan itu menjadi bukti komitmen kepala daerah sebagai wujud mau mendengarkan masyarakat. Tanpa serapan di SKPD, upaya yang dilakukan Pelaksana Harian TKPKD bersama warga akan sia-sia. DPRD harus terus mendorong dan mengambil peran dalam konteks ini.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites