Minggu, 10 Februari 2013

Analisa Kemiskinan Partisipatif Kelurahan Sewu (II)

Semua berdiskusi dengan serius
Pemukiman tidak sehat (limbah MCK, pencemaran udara, rumah tidak layak huni ada di 6 RW)- saluran tidak lancar, kumuh, kurang nya ventilasi di setiap rumah, rumah berdempet - dempet rentan pelecehan seksual,  pencemaran udara karena ada pembakaran malam batik di RW 08, di RW 08 saluran air tengah kampung ditutup permanen sehingga sulit untuk membersihkan  sedimentasi, sarana dan prasarana rusak  (MCK rusak; genangan air), ada warga Gandekan yang membuang sampah ke pinggir lapangan di RW 08, dan di RW 08 ada warga yang membuang sampah langsung ke saluran air lewat celah jalan, septitank di MCK umum tidak lancar,  jalan protocol (saluran airnya tidak lancar karena banyaknya sedimentasi + volume saluran kecil, sehingga tidak cukup menampung air sehingga air meluber kejalan.

Sertifikasi- masih banyak tanah/ rumah yang hanya berstatus guna bangunan karena tanah milik dins pasar, tanah di Rt 01 rw 04 milik batik BATARI, di RW 08 pernah tanah diupayakan menjadi hak milik tapi belum berhasil, lokasi PERUMNEK di Rt 03 Rw 01 (6 orang), Rt 01 Rw 02 (12 orang)   tanah Milik PBS,  Rt 01 Rw 07, Rt 02 RW 07, Rt 03 Rw 07 (plengsengan tanggul untuk garasi dan rumah).

Banjir-  masih sering terjadi di RW 01, 02, 03, Rw 04 rawan banjir, di RW 07 dan 08 banjir sudah berkurang karena ada POMPA AIR.

Itulah beberapa persoalan yang muncul dalam FGD dengan si Warmis di Gedung serba Guna Kelurahan Sewu. Yang mana prosesnya dipandu oleh 1 orang Fasilitator (Kun Prastowo), 1 Co Fasilitator (Endah Tyasmini), 1 orang Pengingat Fasilitator (Budi Cahyono), 1 notulen yang mencatat seluruh proses (Asep), & 1 lagi yang membuat laporan proses diskusi AKP Warmis (Ning). Walaupun dalam pelaksanaannya berjalan dengan lancar, tetapi juga menyisakan satu hal yang menjadi catatan penting dalam proses FGD Warmis tersebut. Yaitu masih munculnya beberapa tokoh dalam acara FGD Warmis Kelurahan Sewu. Artinya, bahwa harapan tersaring/terfasilitasinya “suara si miskin” dalam membedah 5 hak dasar secara factual & total dalam suatu proses diskusi menjadikan out put nya belum maksimal.

Ini menjadi otokritik tersendiri dalam proses “strategi mobilisasi peserta AKP Warmis”. Agar kedepan proses AKP RW yang dilanjutkan dengan AKP Kelurahan, kemudian dilanjutkan kegiatan Pra Renstra serta Penyusunan Dokumen, yang pada akhirnya melahirkan “RPJMKel” menjadi tidak sia – sia karena persoalan tersebut diatas. Bukankah hal ini yang menjadi pertanyaan mendasar ketika sistem Musrenbang yang sudah berjalan selama kurang lebih 12 tahun out put_nya parsial serta tidak menjawab persoalan kemiskinan? Apalagi ketika Musrenbang sudah mulai kehilangan ruh_nya, disaat proses dilakukan hanya para elite/tokoh yang bersuara disana? Inilah tantangan tersendiri dalam proses penyusunan  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan ( RPJMKel ) sekaligus PR besar TKPKD Kota Surakarta.
(BChrist)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites