This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 24 Februari 2014

Kadipiro Elaborasi Masalah Kemiskinan Tingkat RW

Metode Participatory Poverty Assesment (PPA) atau Analisa Kemiskinan Partisipatif digunakan oleh TKPKD Kota Surakarta untuk mengeksplorasi problem kelurahan. Hasil eksplorasi itulah yang menjadi bahan analisa dalam penyusunan Dokumen Renstra Masyarakat. Metode ini sudah lama digunakan hanya sebelumnya dilakukan di kawasan pedesaan dan homogen. Namun Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) Kota Surakarta mencoba melakukan inovasi.

Sebagai tantangan baru, tidak saja dalam mendengarkan keluh – kesah masyarakat miskin di dalam forum namun aktif menggali gagasan solusi. Biasanya mereka merasa minder datang apalagi terlibat aktif berbicara tentang problem pribadi maupun problem sosial. Selama ini mereka jarang dilibatkan di forum – forum resmi seperti harus aktif mengikuti proses penyusunan perencanaan pembangunan. Ditambah lagi harus berbaur dengan tokoh – tokoh atau elite kelembagaan wilayah, yang semakin menciutkan mereka untuk berbicara vocal.

Penyusunan renstra masyarakat kelurahan salah satunya adalah membangun spirit partisipatif diranah publik serta mengembalikan lagi penguatan didalam konteks civil society, mengacu pada substansi demokrasi. Diawali dengan Pemetaan Masalah di Tingkat RW (mengcross ceck data awal dipeta, klarifikasi maupun validasi peta kemudian mereka akan mengaplikasikan segala persoalan yang muncul dipeta ke dalam form permasalahan berikut lokasinya. Diteruskan dengan pengisian upaya yang pernah dilakukan masyarakat atas persoalan yang muncul serta upaya yang pernah dilakukan oleh pemerintah.

Pada hari Sabtu, 22 Februari 2014 dimulai pukul 19.30 WIB hingga selesai di Pendhapa Kelurahan Kadipiro – Banjarsari dilaksanakan kegiatan Pemetaan Masalah Tingkat RW, dimana melibatkan RW 19,29,31, 34 & 8 secara bersamaan. Difasilitasi TKPKD Kota Surakarta : Muhammad Histiralludin, Bambang Christanto, Ibu Veronika (pendidikan), Ibu Rullyanti (kesehatan), Ratna Devi Septiandari (infrastruktur), Ibu Hari Sawitri (pemukiman) & Bapak Didik Supriyadi (ekonomi).

Dalam diskusi kelompok ditiap isu berjalan dengan hidup dan dinamis, hal tersebut dikarenakan semangat warga dalam terlibat secara aktif sangat tinggi. Terlebih dokumen renstra masyarakat tersebut merupakan road map kelurahan Kadipiro – Banjarsari dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Sehingga mereka tidak mau ada yang tercecer walaupun hanya 1 RT saja, karena berdampak pada si miskin penerima program layanan manfaat dari pemerintah. Artinya pendiskusian semua isu berjalan dengan detail penandaan atau pengisian di form permasalahan.


Misal yang terjadi dalam diskusi kelompok infrastruktur, semua anggota kelompok terlibat aktif atau bersuara saat masuk dalam pembahasan jalan rusak. Minimal perwakilan di tiap RW menyuarakan persoalan yang muncul terkait penandaan jalan rusak. Hampir perwakilan tiap RW melakukan cross ceck serta penandaan lokasi dimana terdapat jalan – jalan rusak berikut berapa panjangnya. Kondisi jalan seperti apa juga tertulis dalam form masalah yang disediakan. Kemudian terkait dengan saluran rusak atau mampet juga hampir sama. Mereka menggambarkan secara detail lokasinya dimana terdapat saluran rusak atau mampet  beserta panjangnya. Dalam isu infrastruktur maenjadi salah satu kelompok yang paling dinamis, karena rata – rata hampir secara fisik terlihat dimana sarana – prasarana (jalan, saluran) yang bermasalah dan cenderung mudah ditemukan karena warga hampir tiap hari mengakses (menggunakannya).


Didalam diskusi kelompok AKP RW ini hampir semua peserta berkontribusi, hal tersebut dikarenakan mereka merasakan serta mengerti betul masalah yang muncul di tiap – tiap wilyah mereka. Dengan menjadikan mereka sebagai nara sumber utama maka tak heran jika temuannya dapat dipastikan validitasnya, karena masing – masing wilayah disekitarnya juga tak jarang ikut mengcross ceck atas apa yang terjadi dilapangan.

Disela – sela diskusi kelompok isu berlangsung, beberapa perwakilan warga juga menanyakan kepada TKPKD tentang pasca dokumen renstra masyarakat kelurahan Kadipiro ini nanti selesai. Secara prinsip mereka mengapresiasi positif akan metode yang dilakukan dalam memotret, menggali terlebih yang dihadapi oleh masyarakat miskin. Karena mereka ilibatkan secara aktif dalam proses penyusunannya. Meski demikian, ada rasa ragu sebab beberapa proses perencanaan yang pernah dilakukan lebih banyak tidak ada tindaklanjutnya.

Penting kiranya memberikan pengertian mengenai dokumen renstra masyarakat kelurahan harus dipublish secara massif, agar kedepan tidak terkesan hanya kelompok – kelompok tertentu saja yang bisa mengakses. Perlu ditegaskan dokumen tersebut adalah milik rakyat berdasarkan hasil pemetaan, penggalian masalah, elaborasi yang dihasilkan berdasarkan situasi serta kondisi wilayah. Masyarakat berharap apa yang menjadi kegundahannya terdokumentasi serta menjadi agenda kota dalam konteks “intervensi program dari pemerintah” untuk menanggulangi persoalan dasar kemiskinan. Kekhawatiran mereka akan hilang tatkala dokumen ini nanti benar – benar akan terealisir dengan program di masing – masing institusi terkait, berdasarkan prioritas program.

(By BChrist)

Minggu, 23 Februari 2014

AKP RW Kadipiro Tuntas Digelar

Dengan target yang ditetapkan oleh Bappeda bahwa proses pemetaan masalah sosial yang menyangkut 5 hak dasar warga, maka TKPKD menyesuaikan kondisi lapangan. Terutama di Kelurahan Kadipiro dan Mojosongo yang jumlah RWnya ada 34 dan 35. Bila implementasi pemetaan masalah seperti biasanya akan memakan waktu hingga sebulan lebih. Maka dilakukan pemetaan masalah secara grouping RW dan 1 malam bisa menjadi 2 group.

Komposisi group biasanya berdasar wilayah saling berdekatan dan jumlah Rt tidak lebih dari 30. Sebab perwakilan Rt sebanyak 5 orang. Tim TKPKD sendiri mengoptimalkan tim buser guna menjaga kualitas hasil AKP. Supaya pemetaan masalah diwilayah juga bisa dilakukan dengan jelas. Tanpa pendampingan di 5 isu, maka hasil pemetaan bisa diluar harapan. Meski panduan yang diberikan sudah jelas namun usulan fisik berupa pembangunan atau renovasi gedung faktanya masih nyelonong dalam form AKP.

Untuk kelurahan Kadipiro, dengan waktu sosialisasi dan AKP Kelurahan yang sempat molor maka dikejar dengan melakukan AKP RW 1 malam bisa 2 group atau dilakukan sore dan malam hari. Kebetulan kantor kelurahan cukup representatif sehingga 1 malam meski diikuti 200an orang masih tetap muat. Perhitungan lain, tingkat keefektifan AKP RW dalam 1 group maksimal 4 RW. Diatas jumlah tersebut fasilitator isu akan kesulitan mengontrol kualitas hasil.

Hal ini juga berdasar pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk yang besar, ragam problem yang bisa diperkirakan, tingkat pendidikan dan faktor lainnya. Tidak jarang fasilitator isu harus menjelaskan kriteria atas pertanyaan kunci yang berulang kali. Tingkat pemahaman yang tuntas menjadi salah satu prasyarat yang semestinya bagi peserta. Sayangnya harapan itu kadang tidak sesuai fakta. Tidak jarang Fasilitator harus mendampingi secara individu dalam penulisan form.

Secara kualitas, hasil AKP RW Kadipiro lumayan bisa menunjukkan gambaran riil bagaimana kondisi sosial pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur maupun pemukiman. Menjadi tugas SKPD selanjutnya untuk bagaimana menuntaskan berbagai persoalan yang muncul. Lurah, Camat, LPMK, Masyarakat penting memegang hasil dari AKP RW sebagai program bersama 5 tahun mendatang. Dengan menuntaskan program dari hasil pemetaan ini akan membantu kondisi masyarakat.

Strategi grouping RW mampu mempercepat proses hingga hanya dibutuhkan 7 hari yakni dari tanggal 16 Februari hingga 22 Februari. Penyelenggaraan kegiatan juga mampu dikoordinasikan secara baik oleh Ibu Nur (Kasie Kesmas Kelurahan Kadipiro) maupun ibu Vero sebagai Faskel. Dukungan Lurah dengan rutin mendampingi kegiatan menunjukkan bahwa Pemerintah Kelurahan bersungguh-sungguh memetakan problem yang ada di Kadipiro.

(By MHist)

Minggu, 16 Februari 2014

Membedah 5 Hak Dasar Masyarakat Di Kadipiro

Kelurahan Kadipiro terletak disisi utara bagian timur Kota Surakarta yang berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar. Di kelurahan ini masih terdapat area persawahan, kampung yang mendekati pedesaan dan kental suasana kekerabatannya. Kelurahan ini juga mencatat jumlah warga miskin (hasil data PPLS 2011) terbanyak di Kecamatan Banjarsari. Selain luas wilayah dan jumlah warga miskin, jumlah RW juga sangat besar yakni 34 RW dengan 200an Rt.

Suasana AKP RW Kelurahan Kadipiro
Pada Tahun 2011 pernah diperjuangkan untuk dipecah menjadi 3 kelurahan yakni Kadipiro sendiri, skip dan satu lokasi lainnya. Namun perjuangan Pemkot Surakarta memecah kelurahan ini menemui jalan buntu. Akibatnya layanan publik lumayan kerepotan. Di kelurahan ini juga terdapat berbagai fasilitas publik milik negara ataupun masyarakat meliputi berbagai hal. Dibidang pendidikan ada kampus UNISRI, sosial ada pemakaman umum, ekonomi ada pasar dan mall Luwes serta dilewati jalur arah Purwodadi serta rel kereta.


Dengan demikian kompleksitas problemnya lumayan tinggi. Dari berbagai kegiatan Analisa Kemiskinan Partisipatif (AKP RW) yang telah terselenggara, tercatat problem-problem di masyarakat lumayan banyak. Tidak hanya itu, tetapi juga menyangkut kebutuhan hak dasar sebut saja kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

Salah satu yang perlu mendapat perhatian serius adalah kawasan pertanian yang makin menyusut. Tingginya kebutuhan lahan perumahan sudah menggeser area persawahan menjadi hunian. Pergerakan pembangunan juga menjadikan beberapa titik jadi kawasan padat penduduk maupun terdapat rumah tidak layak huni. Oleh sebab itu, pemetaan tingkat RW diperlukan sebagai bahan masukan penyusunan Renja SKPD agar penanggulangan kemiskinan bisa lebih dioptimalkan.

Kadipiro juga mendapat alokasi Dana Pembangunan Kelurahan (DPK) yang lumayan tinggi dibanding kelurahan lainnya yaitu diatas Rp 500 juta tiap tahun. Meski demikian, anggaran ini masih harus ditingkatkan lagi supaya problem-problem masyarakat bisa mendapat dukungan. Pasca penyusunan AKP RW, SKPD ditingkat kota akan mendapat dokumen yang cukup berharga bagi implementasi program mereka.

(By MHist)

Senin, 10 Februari 2014

Mojosongo Tuntaskan AKP Tingkat Kelurahan

Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kota Surakarta mencoba menginisiasi program penyusunan Rencana Strategis Masyarakat. Penyusunan Renstra dengan menggunakan metode Participatory Poverty Assesment (PPA), sebagai road map di masing – masing kelurahan dengan titik tekan pada 5 hak dasar, yaitu : kesehatan, ekonomi, pemukiman, pendidikan & infrasrtuktur.

Penyusunan dokumen ini dilakukan secara partisipatif dengan menghadirkan warga miskin penerima layanan manfaat dari pemerintah, seperti : JAMKESMAS, JAMPERSAL, RASKIN, RTLH, PKMS GOLD. Selama ini komunitas warga tak mampu nyaris tak terakomodir dalam forum – forum perencanaan pembangunan di kota. Pada hari Kamis, 06 Februari 2014 pukul 19.30 hingga 21.30 WIB bertempat di Pendhapa Kelurahan Mojosongo diselenggarakan acara Sosialisasi Renstra Masyarakat dan Pemetaan Masalah di Tingkat Kelurahan.

Kegiatan dihadiri segenap stakeholders kelurahan Mojosongo, mulai dari perwakilan RW, tokoh – tokoh masyarakat sampai dengan perwakilan kelembagaan yang ada (PKK, Karang Taruna, LPMK, LKM, POKDARWIS, dan lain – lain).  Tim Management TKPKD Kota Surakarta diwakili oleh : Elisabeth Riana, Bambang Christanto dan Agus Suyamto. Serta dibantu oleh faskel Mojosongo Bpk. Winarto YS.

Pada paparan Sosialisasi Renstra Masyarakat Kelurahan Mojosongo forum berjalan dengan dinamis. Hal tersebut dikarenakan bahwa kegiatan penyusunan dokumen Renstra Masyarakat kelurahan ini merupakan sesuatu yang “baru” bagi warga. Karena selama ini yang diketahui forum musrenbang yang merupakan forum perencanaan pembangunan di kota.

Karena merupakan “menu baru” bagi warga, maka tak heran jika banyak pertanyaan muncul serta tanggapan akan “tahap implementasi” setelah dokumen (baca=renstra masyarakat) itu selesai disusun. Sessi Pemetaan Masalah di Tingkat Kelurahan terutama di kelompok analisis kelembagaan dipandu oleh Bambang Christanto dari Management TKPKD Kota Surakarta. Senada pada saat paparan sosialisasi, pada diskusi kelompok kelembagaan juga masih ditanyakan akan tahap implementasi.

Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua LPMK Mojosongo Bpk. Joko Mumpuni. Dirinya menganggap bahwa forum musrenbang hanya perlu dimaksimalkan lagi serta tidak perlu lagi pemkot membuat dokumen renstra masyarakat kelurahan. Beliau juga menandaskan bahwa selama ini pemerintah kota Surakarta tidak fokus serta SKPD – SKPD terkait terlalu banyak program yang tidak tepat sasaran. Dicontohkan soal data warga miskin (penerima layanan manfaat program dari pemerintah) terjadi gesekan dan RT/RW menjadi sasaran amarah warga.

Penyebabnya si miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan atau program dari pemkot justru tidak mendapat. Ekspektasi kekecewaan di tingkat warga yang terpotret dalam sikap perwakilan beberapa lembaga yang ada seperti LPMK Mojosongo. Sekilas dalam diskusi kelompok kelembagaan menjadi menarik jika diambil kesimpulan, bahwa memang sudah saatnya pemerintah dengan segala infrastruktur yang ada segera mengintervensi persoalan – persoalan utama yang dihadapi oleh masyarakat.

Jika memang program – program seperti : BPMKS, PKMS, RTLH sudah berjalan, yang tak kalah pentingnya adalah up date segala informasi warga miskin. Dengan pendekatan persuasif melalui kepanjangan tangan di level kelurahan hingga level RT. Perangkat yang ada sudah secepatnya “blusukan dan turba” untuk segera mendengar serta berbuat untuk mengatasi persoalan warga.

Kiranya dengan Sosialisasi serta publikasi yang massif diharapkan renstra masyarakat di masing – masing kelurahan akan menjawab kebutuhan rakyat miskin. Bahwa renstra masyarakat yang mempunyai periode 5 tahun kedepan sekaligus menjadi road map di semua kelurahan di kota Bengawan, harus terus dihembuskan secara terus – menerus oleh pemerintah kota Surakarta. Agar di grass root menjadi isu populis serta mendapatkan dukungan nyata masyarakat. Apalagi dokumen Renstra Masyarakat didukung dengan peta masalah (hasil dari proses AKP RW) menjadi sangat menarik untuk terus mendapat support dari semua unsur yang ada.

(By Bchrist)

Sabtu, 08 Februari 2014

Akselerasi Penyusunan Renstra Masyarakat Di 3 Kelurahan Project

Guna mendorong akselerasi program penanggulangan kemiskinan daerah di Kota Surakarta, Bappeda sebagai sekretariat TKPKD melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah mempercepat penyusunan Rencana Strategis Masyarakat (Renstra Masyarakat). Seperti diketahui, TKPKD memperlakukan 5 kelurahan dengan tingkat kemiskinan terbesar ditiap kecamatan (berdasar data hasil PPLS 2011) sebagai pilot penyusunan Renstra.

Suasana Sosialisasi Renstra Masyarakat Kel Mojosongo
Dengan demikian Sekretariat TKPKD mencreate skenario agar 5 kelurahan bisa tuntas pemetaan masalah paling tidak pada 18 Februari. Tercatat 5 kelurahan tersebut yakni Pajang (Kecamatan Laweyan), Tipes (Serengan), Semanggi (Pasar Kliwon), Mojosongo (Jebres) dan Kadipiro (Banjarsari). Kebetulan Semanggi proses pemetaan masalah sudah selesai pada Tahun 2013 lalu. Sedangkan Pajang on progress dalam pemetaan ditingkat RW.

Sehingga tinggal 3 kelurahan yang kemudian diupayakan bisa dikerjakan segera. Dengan waktu tak lebih dari 18 hari, tentu butuh strategi khusus. Apalagi luas wilayah, jumlah RW dan kompleksitas persoalan di Tipes, Mojosongo dan Kadipiro relatif dinamis. Sekretariat TKPKD bersama Yayasan Jerami memberlakukan sistem pemetaan masalah dengan berkelompok terutama untuk Kadipiro dan Mojosongo karena jumlah RW di 2 kelurahan tersebut diatas 30 RW. Bila dilakukan secara bertahap (tiap RW) maka waktu, tenaga, energi yang akan dibutuhkan jauh lebih besar.

Dengan model Analisa Kemiskinan Partisipatif RW yang digabungkan, waktu yang diperlukan tidak lebih dari 12 hari. Mojosongo menggunakan relay AKP RW tiap malam hingga 11 hari. Dalam 1 malamnya diikuti 3-6 RW. Sedangkan Kadipiro membutuhkan 6 malam sebab 1 malam bisa 2 kelompok yang diikuti total mencapai 5 hingga 8 RW. Meski demikian, Yayasan Jerami memastikan kualitas hasil AKP tetap akan sama dengan proses AKP tiap RW.

Keputusan itu menimbulkan konsekuensi mengkonsolidasikan fasilitator AKP RW yang diikuti sekitar 15 orang. Tipes melakukan sosialisasi dan kegiatan lanjutan (AKP Kelurahan dan AKP RW) sejak 30 Januari, Mojosongo pada tanggal 6 Februari sedangkan Kadipiro menetapkan 7 Februari. Strategi itu diharapkan akan menghasilkan dokumen setidaknya pada akhir Februari.

(By MHist)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites